Pramono: Kami Ingin Ubah Pasal yang Membahayakan Presiden
Pramono Anung mengatakan poin penting mengajukan revisi Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3)
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Juru lobi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) Pramono Anung mengatakan poin penting mengajukan revisi Undang-undang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3), selain mengubah pasal tentang jumlah alat kelengkapan dewan (AKD), KIH juga ingin mengubah pasal yang mengancam sistem presidensial.
"Ini rahasia negara, tapi intinya yang berkaitan dengan hak menyatakan pendapat dan sebagainya," Juru lobi PDI Perjuangan Pramono Anung di DPR, Rabu (12/11/2014).
Menurutnya, dengan adanya beberapa pasal yang kemudian dianggap bisa membahayakan sistem presidensial, KIH berusaha untuk duduk bersama KMP.
Untuk diketahui, dalam bagian kelima UU MD3 tentang Hak DPR, terdapat tiga hak yang dimiliki DPR yakni hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Pasal 79 ayat 4, menyebut hak menyatakan pendapat adalah untuk menyatakan pendapat terkait dengan kebijakan pemerintah atau tentang kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional, dan tindak lanjut pelaksana hak interpelasi, dan hak angket.
Selain itu, hak menyatakan pendapat juga bisa terkait dengan dugaan bahwa presiden dan wapres melanggar hukum, pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat lainnya maupun perbuatan tercela sehingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. Hak menyatakan pendapat ini yang kerap dikaitkan dengan upaya memakzulkan (impeachment).
Dalam UU MD3 tadi, disebutkan dalam pasal 210, bahwa hak menyatakan pendapat bisa dilakukan dari usulan 25 anggota dengan menyertai dokumen bukti. Kemudian, dalam pasal 211 usulan tersebut diajukan kepada pimpinan dewan untuk kemudian diparipurnakan.
Selanjutnya, dalam Pasal 212, rapat paripurna itu kemudian memutuskan untuk menerima atau menolak. Bila diterima, DPR akan membentu pansus. Dalam Pasal 213, menerangkan pansus tersebut akan bekerja selama 60 hari yang kemudian dilaporkan dalam Rapat Paripurna.
Pasal 214, menerangkan DPR akan memberikan keputusan dari hasil pansus itu dengan persetujuan dari 2/3 total jumlah anggota. Dan, keputusan bisa diambil dari 2/3 total anggota yang hadir dalam rapat tersebut. Keputusan ini kemudian dilaporkan kepada presiden dan MK.
Pada pasal 215, MK nantinya akan memutuskan hasil paripurna terhadap keputusan paripurna DPR tadi. Nantinya, keputusan MK ini akan memutuskan memberhentikan presiden/wapres kepada MPR.