Irmadi Lubis: KIH Tidak Ingin Mengamputasi Hak-hak DPR
Tetapi, yang sebenarnya dipermasalahkan adalah adanya pasal di dalam UU MD3 yang dinilai merendahkan atau mendegradasi penggunaan ketiga hak DPR
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi PDIP membantah bahwa Koalisi Indonesia Hebat (KIH) ingin menghapus hak-hak DPR. KIH tidak mungkin mengusulkan penghapusan tiga hak DPR RI, yaitu hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat, yang sudah diatur dalam UUD 1945.
"Tetapi, yang sebenarnya dipermasalahkan adalah adanya pasal di dalam UU MD3 yang dinilai merendahkan atau mendegradasi penggunaan ketiga hak DPR," ujar Anggota DPR RI H. Irmadi Lubis, kepada wartawan, Jumat (14/11/2014) di Jakarta.
Irmadi Lubis mengatakan, perlu ditegaskan sebab apa yang dipermasalahkan KIH mengenai UU MD3, seolah-olah digambarkan bahwa KIH mau mengamputasi tiga hak DPR itu. Padahal bukan begitu.
Irmadi menyoroti pasal penggunaan hak itu yang tumpang tindih, di mana pada Pasal 74 UU MD3, menyebutkan bahwa DPR diperbolehkan menggunakan hak interpasi apabila pejabat negara mengabaikan rekomendasi Dewan.
Kemudian, hal itu diulangi lagi dalam Pasal 98 ayat 6, 7, 8 UU MD3, yang menyebutkan, pemerintah wajib menaati keputusan komisi DPR, yang dapat berujung pada penggunaan hak interpelasi dan angket, jika kewajiban itu tak dipenuhi.
"Hebatnya, dalam pasal itu DPR juga bisa meminta sanksi administratif atas pejabat yang tak patuh. Sanksi administratif itu kan pemberhentian," katanya.
Irmadi mengingatkan bahwa sistem kita adalah sistem presidensil, sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat 1 UUD 45 yang berbunyi Presiden memegang kekuasaan pemerintahan. Jadi bagaimana bisa, rapat kerja dengan Menteri itu bersifat mengikat, padahal menteri itu hanya pembantu presiden, di mana setiap rapat dengan DPR, menteri harus lapor ke presiden apa keputusan rapat.
"Rekomendasi itu kan pertimbangan, boleh dilaksanakan boleh tidak, jadi bukan wajib. Mau dijalankan atau tidak pun, kan tergantung kepada presiden," ujarnya
Ditegaskan, KIH bukan mengulur-ulur waktu, tapi KIH ingin konstruksi UU MD3 itu tetap pada posisi presidensial sesuai dengan UUD 1945. Keberadaan Pasal 98 ayat 6, 7, 8, UU No 17/2014 tentang MD3 dan Pasal 60 Tata Tertib DPR yang mengatur penggunaan hak anggota di komisi dianggap mengkhawatirkan keberlangsungan pembahasan program kerja yang diajukan pemerintah ke DPR.
"Jika pasal ini diberlakukan komisi seakan memiliki wewenang yang cukup besar untuk menekan pemerintah bila tidak melaksanakan hasil keputusan yang diambil," katanya.
Irmadi Lubis menandaskan, tidak ada maksud sama sekali dari KIH untuk mengamputasi hak-hak DPR, sebaliknya KIH ingin mendudukkan kembali fungsi dan hak DPR. Apa lagi, dalam UU MD3 ini penggunaan hak itu diatur berulang-ulang, sehingga wajar dipertanyakan, sebab pengaturan hak-hak DPR itu tidak pernah diatur tumpang tindih.