Fahri Hamzah Soroti Para Pembisik Jokowi
Menurut Fahri ada beberapa hal yang Presiden Jokowi lakukan justru menyebabkan kontroversi konstitusional.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta orang yang berada di sekeliling (para pembisik) Presiden Joko Widodo untuk tidak membuat langkah presiden ke-7 RI itu bermasalah dalam konstitusi.
Menurutnya ada beberapa hal yang Presiden Jokowi lakukan justru menyebabkan kontroversi konstitusional.
"Kami menyarankan kepada penasihat presiden, agar presiden jangan terlalu banyak diseret ke dalam persoalan yang kemudian jadi sulit. Jangan dong pakai istilah program kerakyatan tapi itu melanggar hukum. Nasihat kepada presiden itu harus konstitusional," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Rabu (19/11/2014).
Menurut Fahri, ada tiga persoalan terkait perundang-undangan yang telah menyeret Jokowi ke problem konstitusi. Yang pertama adalah keluarnya surat dari Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna A Laoly perihal pengesahan DPP PPP hasil Muktamar di Surabaya.
"Dan itu sudah diingatkan banyak pihak juga pakar, apa boleh buat. Kalau ada problem itu biasanya berat bagi presiden untuk menanggung beban akibat politiknya, karena kita tentu enggak mungkin diam," katanya.
Dirinya memberikan contoh, pertama kontrovensi konstitusional yang dilakukan Presiden Jokowi ialah menerbitkan surat Menkumham terhadap PPP soal hasil Muktamar Surabaya. Kemudian soal surat Mendagri Tjahjo Kumolo yang melantik Ahok.
"Menurut kesepakatan DPRD ini bukan cuma empat fraksi lawan satu fraksi PDI Perjuangan ya di pimpinan, tapi kesepakatan untuk minta fatwa ke MA. Tapi itu belum terjadi, presdien sudah disuruh nyodok lagi. Jadi presiden sudah nyodok di PPP, sekarang nyodok lagi di kasus Ahok. Bahkan melibatkan Ahok di dalam pelantikan di Istana," katanya.
Yang ketiga adalah keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) di saat tren harga minyak dunia turun. Menurut Fahri, ada keharusan bagi presiden untuk berkonsultasi dengan DPR sebelum menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Betul Pasal 14 UU APBN terkait keharusan presiden membicarakan rencana kenaikan harga BBM terlebih dahulu telah dicabut. Tapi lihat Pasal 13, ada keharusan presiden berkonsultasi dengan DPR apabila harga minyak dunia terlalu rendah seperti sekarang," kata Fahri.