Politikus Demokrat: Dana Kartu Indonesia Pintar Melanggar UU
Pemerintah telah mencairkan dana kompensasi Kartu Indonesia Pintar (KIP) di sejumlah daerah
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah mencairkan dana kompensasi Kartu Indonesia Pintar (KIP) di sejumlah daerah. Berkaitan dengan pencairan dana tersebut, politikus Partai Demokrat, Jefri Riwu Kore menilai berpotensi melanggar Undang-undang.
UU yang dimaksud adalah UU No 12 tahun 2014 tentang APBN. Dalam pelaksanaan pembayaran dana KIP sampai saat ini saya belum menemukan payung hukumnya. UU APBN No 23 TH 2013 dan UU No 12 TH 2014 tentang APBNP Pasal 19, tentang Anggaran fungsi Pendidikan 20 persen adalah sebesar +/- Rp 375 triliun.
Anggota Komisi X DPR RI itu menuturkan, jika ditelusuri rincian pengeluaran Kemendikbud Rp 76,6 triliun, tidak ada satupun yang menyatakan dana atau nomenklatur KIP. Justru sebaliknya yang ada adalah nomenklatur bantuan siswa miskin untuk program unggulan.
"Jadi saya anggap pembayaran KIP melanggar UU NO. 12 TH 2014. Karena tidak ada payung hukumnya. Harusnya program KIP dari Jokowi itu, dilaksanakan setelah dimasukkan dalam UU APBN/APBNP," kata Jefri di Jakarta, Jumat (21/11/2014).
Anggota DPR RI Dapil NTT ini juga menyebutkan bahwa program pemerintah Jokowi sama dengan program pemerintahan SBY. "Beda namanya saja BSM diganti KIP. Program BSM pada pemerintahan SBY yang contek untuk pencitraan. Bedanya, KIP menggunakan Kartu dan diambil di pos dan cakupan sedikit ditambah, BSM dicairkan tunai di Bank BRI, prosedur, lain serta jumlah dana sama.
Kendati sama, dirinya selaku kader Partai Demokrat mengaku setuju mengenai program pemerintah Jokowi untuk rakyat tersebut. Namun lagi-lagi kembali ditegaskan pemerintah harus mengikuti aturan dan taat hukum.
"Proses pembayaran saat ini berpeluang melanggar UU," katanya.
Dalam rapat perdana dengan Menkumham mengenai rencana perubahan UU No 17 tahun 2014, Tentang MD3, dirinya menolak keras usaha dari Fraksi PKB untuk memasukkan lagi beberpa poin tambahan diluar kesepakatan.
"Jelas tidak ada korelasinya untuk menambahkan point yang baru. Kita harus fokus pada permasalahan yang dibahas," tuturnya.