'Ical Terlalu Berambisi Terus Pimpin Golkar'
Dipercepatnya Munas ini justru mengindikasikan adanya kepentingan tertentu, yakni memenangkan Ical kembali
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Regenerasi dalam tubuh partai politik wajib dilakukan, karena partai politik merupakan organisasi berbasis kader. Tanpa adanya regenerasi kepemimpinan di tubuh partai politik, maka partai akan mati dan akan berpengaruh terhadap situasi politik dan demokrasi di Indonesia.
Seperti halnya yang terjadi di partai Golkar, menurut pengamat politik dan Direktur Bina Media, Wibisono mengatakan bahwa perseteruan yang terjadi ditubuh Golkar hari ini hanya diakibatkan adanya ambisi berlebihan dari Ketua Umumnya Aburizal Bakrie (Ical) untuk memimpin kembali Golkar tanpa memperdulikan regenerasi kepemimpinan di partai tersebut.
"Ical terlalu berambisi, seharusnya dia sadar diri, toh selama memimpin tidak ada prestasi besar yang dicapainya," ujar Wibisono kepada wartawan di Jakarta, Kamis (27/11/2014). (Baca juga: Ricuh Dua Kubu Massa AMPG di DPP Golkar)
Menurutnya, salah satu hal yang menunjukkan persoalan yang terjadi ditubuh Golkar hanya ambisi Ical semata untuk menguasai Golkar kembali adalah dipercepatnya proses Munas.
Dipercepatnya Munas ini justru mengindikasikan adanya kepentingan tertentu, yakni memenangkan Ical kembali menjadi ketua umum Golkar. "Sementara itu, Ical tidak membawa banyak sekali kebaikan dalam tubuh Golkar," ucapnya.
Wibisono menambahkan, wajar jika banyak kader muda Golkar menentang Ical duduk kembali menjadi Ketum Golkar. Sebab banyak sekali kegagalan dan kemerosotan di tubuh partai Golkar semenjak dipimpin Ical.
Kegagalan Ical yang pertama adalah mencapai target perolehan suara sebesar 30 persen pada pemilu legislatif. Pada Pemilu 2014, Golkar hanya memperoleh 14,5 persen suara. Menurutnya, Ical pun gagal mempertahankan jumlah kursi DPR. Golkar pada Pemilu 2014 meraih 91 kursi. Lima tahun lalu, Golkar mendapatkan 106 kursi.
"Ical pun gagal menjadi calon presiden karena tak ada partai yang mau berkoalisi. Dan gagal menjadi calon wakil presiden karena tak ada satu pun calon presiden yang menerima berpasangan dengan Ical," ujarnya
Masih kata Wibisono, kebijakan berkoalisi dengan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa gagal meraih kemenangan. Menurutnya, Ical pun gagal mengelola partai karena dijadikan alat memperjuangkan kepentingan pribadi, korporasi, dan kroni-kroninya.
"Ical gagal menepati janji, yaitu membangun gedung DPP Golkar dan menyediakan dana abadi sebesar Rp 1 triliun untuk Golkar," ujarnya.
Menurut Wibisono, pemecatan kader Golkar tanpa didasari pertimbangan prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tak tercela. Pemecatan kader karena mendukung Jusuf Kalla merupakan kekeliruan karena JK adalah kader Partai Golkar.
"Terlihat jelas bahwa Ical telah membawa banyak kegagalan ketika menjabat," tuturnya.
Sudah sepatutnya Golkar memberikan kesempatan untuk kader mudanya. Jika orang-orang Golkar tetap menginginkan Ical tanpa melihat kegagalan dia, berarti ada sesuatu dibalik ini semua. Sesuatu itu bisa saja Ical membayar mereka semua atau kalau Ical tidak jadi ketua maka semakin sedikit 'proyek' mereka.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.