Publik Ibaratkan Golkar Penyangga Politik Indonesia
Jika elite Golkar tak mau berislah dan memilih jalur pengadilan, maka akan menambah dalam perpecahan di tubuh Golkar.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) menyebutkan, dua kubu partai Golkar harus segera melakukan islah melalui mahkamah partai.
Hasil riset kualitattif yang dilakukan LSI Denny JA ada beberapa alasann yang mendasari harapan publik agar Golkar harus menyelesaikan konflik dualisme di tubuh partai berlambang pohon beringin tersebut.
Peneliti LSI Ardian Sopa mengatakan, jika elite Golkar tak mau berislah dan memilih jalur pengadilan, maka akan menambah dalam perpecahan di tubuh Golkar.
"Publik memposisikan Golkar sebagai penyangga politik Indonesia. Ibarat bangunan, jika penyangganya retak maka bangunannya pun ikut retak. Baik buruknya Golkar, stabil atau pecahnya akan berdampak pada politik nasional," kata Ardian dalam konferensi pers temuan terbaru survei bertajuk 'Golkar Pasca Putusan Menkumham' di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta, Jumat (19/12/2014).
Dirinya juga menjelaskan, semakin panjang konflik, makin retak Golkar. Jika kedua kubu semakin lama bertarung, maka dikhawatirkan perpecahan ini akan merambat ke daerah.
"Instabilitas politik internal Golkar akan berdampak pada stabilitas politik nasional," kata Ardian.
Lalu yang ketiga, publik menilai jika berhasil islah, maka Golkar akan menjadi role model partai politik Indonesia.
"Kemampuan elite Golkar untuk rujuk akan juga menjadi model partai lain untuk menempuh cara serupa," tambahnya.
Lebih lanjut Ardian mengatakan, publik yakin Golkar punya tradisi panjang menyelesaikan konflik. Sebagai partai besar dan berpengalaman, publik yakin Golkar punya kemampuan menyelesaikan konflik internalnya.
"Para elite Golkar pun sudah terbiasa berada dalam situasi konflik dan bisa mencapai win win solution untuk semua pihak," katanya.
Diketahui, survei ini dilakukan pada tanggal 16-17 Desember 2014. Menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden, margin of error dalam survei kali ini diperkirakan sebesar +/- 2,9 persen.
Survei ini dilaksanakan di 33 propinsi di Indonesia. Hasilnya juga dilengkapi dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview.