Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Saat Musim Aklamasi di Parpol Tiba

Tahun 2015, beberapa partai politik akan menggelar kongres untuk mengganti personil kepengurusan dewan pimpinan pusat

Editor: Rachmat Hidayat
zoom-in Saat Musim Aklamasi di Parpol Tiba
NET
Pengamat komunikasi politik Universitas Indonesia Ari Junaedi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2015, beberapa partai politik akan menggelar kongres untuk mengganti personil kepengurusan dewan pimpinan pusat  termasuk posisi ketua umum. Tercatat, PDIP, Partai Demokrat, Hanura, PKS dan Partai Amanat Nasional yang akan menggelar kongres.

Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai, PDIP tidak bisa lepas dari "genggaman" Megawati Soekarnoputeri, Demokrat tidak bisa pindah ke lain "hati" selain Susilo Bambang Yudhoyono dan PAN sepertinya kembali "jatuh" ke tangan Hatta Radjasa atau orang yang mendapat sponsor dari Amien Rais. Hanura juga tidak akan lepas dari orbit Wiranto, sebaliknya di PKS mulai muncul suara alternatif selain Anies Matta.

Menurut Ari, terjadinya beberapa anomali dan keunikkan dari partai-partai yang besar di era reformasi. Ketergantungan kepada hadirnya seorang sosok pemersatu sekaligus "roh" partai, sulit untuk ditinggalkan atau digantikan oleh sosok lain.

Akibatnya, pameo "pejah gesang nderek Mbak Mega" untuk menggambarkan kesetiaan para kader di tubuh partai berlambang kepala banteng terhadap Megawati atau mati hidup tetap SBY di Demokrat menjadi harga mati yang berlaku di partai tersebut.

"Arus besar di PDIP dan Demokrat memang masih gamang jika memilih ketua umum selain Megawati atau SBY. Suara-suara yang menghendaki regenerasi kepemimpinan pun sebenarnya juga tidak yakin adanya sosok lain yang bisa membawa partai melaju pesat di 2019. Di PDIP sendiri sebetulnya banyak rissing star seperti Jokowi, Tri Rismaharini, Puan Maharani, Ganjar Pranowo, Teras Narang, dan Pramono Anung. Yang menjadi pertanyaan, apakah mereka punya rasa percaya diri jika memimpin PDIP?" ungkap Ari, Senin (22/12/2014).  

"Demikian juga di Demokrat, apakah Marzuki Allie, Sukarwo, atau Ibas Yudhoyono bahkan Anie Yudhoyono sanggup membawa Demokrat bersaing dengan PDIP atau Golkar di 2019. Kondisi ini sebangun engan yang terjadi di Hanura, figur Wiranto sepertinya hanya satu-satunya yang dimiliki Hanura," timpal Ari Junaedi.

Menurut pengajar Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) ini, idealnya peran Megawati, SBYnm Hatta Radjasa atau Wiranto dalam percaturan politik ke depannya adalah menjadi "pandito". Membimbing kader muda, memberi saran dan kritik serta mengantarkan kader potensial ke jabatan eksekutif.

Berita Rekomendasi

Peran sebagai ketua dewan pembina memang sangat ideal untuk figur seperti SBY, Megawati, Wiranto ataupun Hatta Radjasa. Keberhasilan Megawati mengantarkan Jokowi dan kepala daerah dari PDIP yang moncer, lanjutnya,  menjadi bukti sentuhan Megawati yang berhasil, tidak otomatis dibaca menjadi penguat Megawati harus tetap sebagai ketua umum.

Sebaliknya, kata Ari lagi,  kegagalan SBY dalam mendudukkan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum, tidak juga dipahami sebagai pengokoh dalil SBY harus terus dipertahankan. Era kepemimpinan anak muda sepertinya mulai tidak bisa dibendung di pentas politik nasional. Saatnya politisi gaek memberi jalan bagi lahirnya baby boomers kepemimpinan baru di tubuh partai.

"Tantangan ke depan yang begitu kompetitif dan dinamis, membutuhkan kehadiran sosok pembaharu dan itu bisa terjadi jika anak-anak muda diberi panggung politik yang memadai,"urai Ari Junaedi yang juga dosen di Magister Ilmu Komunikasi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas