Komnas PA Serahkan 14 Rekomendasi ke Pemerintah Stop Darurat Kekerasan Anak
Diprediksi pada 2015 anak berusia di bawah 14 tahun sebagai pelaku tindak kriminal atau anak yang berhadapan dengan hukum akan meningkat.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mencermati data dan fakta pelanggaran terhadap anak sepanjang tahun 2014 Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), merekomendasikan beberapa hal.
Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait mengatakan, pihaknya memprediksi pada 2015 anak berusia di bawah 14 tahun sebagai pelaku tindak kriminal atau anak yang berhadapan dengan hukum akan meningkat.
"Dari 26 persen pada tahun 2014 menjadi 38 persen pada tahun 2015. Di samping itu, kasus kejahatan seksual akan masih mendominasi kasus-kasus pelanggaran hak anak di Indonesia, dan Indonesia masih dalam status Darurat Kejahatan Seksual," kata Arist di kantor Komnas PA, Jakarta, Selasa (30/12/2014).
Menurutnya, untuk memutus mata rantai darurat kekerasan terhadap anak, Komisi Nasional Perlindungan Anak merekomendasikan 14 poin:
1. Mendesak negara untuk segera membuat kebijakan strategis tentang mekanisme nasional perlindungan anak. Sistem pendataan nasional dan sistem rujukan nasional perlindungan anak, mengingat banyaknya lembaga maupun institusi perlindungan anak yang dibuat dan hadir ditengah-tengah masyarakat, namun belum menghasilkan penanganan perlindungan anak yang signifikan.
2. Mendesak pemerintah untuk segera mensinergikan fungsi-fungsi dari semua sektor secara masif dan berkesinambungan. Mengingat sering terjadinya lempar-melempar tanggung-jawab dalam hal menyelesaikan kasuskasus pelanggaran hak anak (ego-sektoral).
3. Mendesak Pemerintah pusat maupun daerah untuk segera memprioritaskan efektivitas pemberlakuan sebuah kebijakan dalam menyelesaikan masalah-masalah anak. Dibandingkan hanya mengejar standar capaian program perlindungan anak hanya dengan jumlah kebijakan yang dapat diselesaikan. Penegakan dan penguatan sebuah kebijakan jauh lebih penting dibandingkan hanya sibuk untuk memproduksi kebijakan-kebijakan baru tanpa penerapan optimal.
4. Mendorong pemerintah Kabupaten/kota, provinsi dan pusat untuk membentuk Tim ReaksiCepat (TRC) perlindungan anak di setiap desa, kampung, serta RT/RW di wilayah masing-masing. Dimana dalam pelaksanaannya melibatkan peran serta pengurus RT/RW, Kepala Desa, Karang Taruna, Ibu-ibu PKK, Posyandu, Sitem Lingkungan Masyarakat, dan Polisi Masyarakat (Polmas) secara aktif, bersinergi, dan berhasil guna.
5. Mendorong pemerintah daerah dan DPR-D di masing-masing kota/kabupaten/provinsi untuk segera menetapkan kota layak anak dan menginisiasi lahirnya Perda Perlindungan Anak. Sebagai mekanisme sistem pembangunan yang berbasis anak sekaligus menjamin terlaksananya upaya perlindungan anak secara optimal di setiap wilayah.
6. Mendesak keluarga untuk menciptakan lingkungan rumah dan keluarga yang berbudaya ramah anak, sebagai upaya menjauhkan kekerasan terhadap anak di lingkungan inti.
7. Medesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera membuat peraturan pelaksanaan yang mewajibkan lingkungan sekolah menjadi lingkungan atau zona anti kekerasan terhadap anak. Dalam upaya untuk mencegah kasus-kasus tawuran dan kekerasan dalam lingkungan pendidikan.
8. Mendesak aparat penegak hukum untuk selalu berpihak kepada kepentingan terbaik anak dalam pemeriksaan, dan penanganan anak-anak yang berhadapan dengan hukum, sebagai reperesentasi atas pelaksanaan UU SPPA;
9. Mendorong Kapolri untuk meningkatkan status UNIT Pelayanan Perempuan dan Anak yang melekat di Kasat Reskrim, menjadi Kasat Perlindungan Perempuan dan Anak, demi terjaminnya upaya penegakkan hokum dan keadilan bagi korban.
10. Mendorong peran pemerintah, aparat penegak hukum, masyarakat, tokoh masyrakat dan agama, kalangan kampus/akademisi, untuk bersama-sama memerangi pornografi dan porno aksi melalui gerakan nasional darurat kejahatan pornografi dan situs-situs pornografi situs-situs pornografi anak.
11. Mendesak pemerintah untuk meningkatkan koordinasi dan kapasitas instansi yang menangani perlindungan anak baik pusat maupun daerah setara dengan instansi lainnya, guna efektifitas gerakan perlindungan anak.
12. Bergerak Bersama pemerintah dan masyarakat unyuk menentang Kejahatan Seksual terhadap anak dan mendorong pemerintah daerah pusat, menyusun rencana aksi nasional gerakan nasional aksi kejahatan seksual terhadap anak (GN-AKSA). Yang implementatif, agresif, massif dan berkesinambungan.
13. Mendesak DPR-RI dan Pemerintah untuk segera merevisi pasal 81, 82 UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak , untuk mengubah hukuman 3 tahun minimal dan 15 tahun maksimal bagi para pelaku kejahatan seksual terhadap anak menjadi minimal 20 tahun, maksimal seumur hidup ditambah dengan pemberatan hokum melalui kastrasi (Kebiri) dengan cara suntik Kimia bagi pelaku kejahatan seksual dewasa;
14. Pengoptimalisasian proses penyidikan kasus kejahatan seksual terhadap anak secara proporsional dan professional dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan harapan hakim dapat menjatuhkan vonis yang maksimal dan berkeadilan bagi korban