MA Harusnya Konsultasi Sebelum Terbitkan Kebijakan Soal PK
Taufiqurrohman Syahuri mengatakan sejatinya MA mendengar pandangan sejumlah pihak atau ahli hukum sebelum menerbitkan SEMA itu.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA nomor 7 tahun 2014 tentang peninjauan kembali (PK) hanya boleh diajukan satu kali terus memunculkan reaksi sejumlah pihak.
Kali ini muncul dari lembaga Komisi Yudisial (KY). Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY, Taufiqurrohman Syahuri mengatakan sejatinya MA mendengar pandangan sejumlah pihak atau ahli hukum sebelum menerbitkan SEMA itu.
Apalagi pengaturan soal PK tersebut merupakan hal yang dipandang urgen demi keadilan hukum, bukan kepastian hukum semata. "Seharusnya sebelum terbitkan SEMA PK satu kali, MA perlu dengar pendapat mantan hakim konstitusi," kata Taufiq, Minggu (4/12/2014).
Untuk diketahui SEMA No 7 Tahun 2014 terbit berlandaskan pada Pasal 24 ayat 2 UU No 48 Tahun 2009 dan Pasal 66 ayat 1 UU No 3 Tahun 2009 tentang MA yang menyebutkan PK hanya dapat dilakukan satu kali.
Namun, MK melalui Putusannya No 34/PUU-XI/2013 telah memutuskan membatalkan Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang sebelumnya PK hanya dapat dilakukan satu kali menjadi PK dapat dilakukan lebih dari satu kali.
MA melalui SEMA, lanjut Taufiq juga seharusnya memberi ruang penjelasan tentang syarat pengajuan terhadap perkara pidana yang boleh PK lebih dari satu kali.
"Seperti yang dikatakan Pak Gayus Lumbun, apakah PK perdata sama dengan PK pidana? dan MA harusnya bisa jelaskan yang boleh lebih dari satu kali itu diberi syarat-syarat. Ada novum (yang valid) misalnya. Kalau alasan salah penerapan hukum, hanya sekali," ujarnya.