Satu dari 10 Kerajaan di Sumpah Palapa, Ketapang Harus Jadi kota Maritim di Kalimantan
Ketapang yang dulu Tanjung Pura adalah satu dari 10 kerajaan yang disebut dalam Sumpah Palapa Gajahmada. Kesepuluh kota itu merupakan kerajaan besar
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, NGABANG - Kabupaten Ketapang, yang dulu disebut Kerajaan Tanjung Pura, hendaknya dapat dijadikan sebagai kota maritim di wilayah Kalimantan khususnya Kalimantan Barat.
Tanjung Pura adalah satu dari 10 kerajaan yang disebut dalam Sumpah Palapa Gajahmada. Kesepuluh kota itu merupakan kerajaan besar yang sekaligus merupakan Kota Maritim terkenal pada jaman itu.
Demikian diungkapkan Ketua Bidang Komunikasi Politik Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), AM Putut Prabantoro dalam seminar “Refleksi Politik Nasional Dalam Upaya Reposisi Peran ISKA Dalam Mengawal Kebijakan Kepemimpinan Nasional Di Kalimantan Barat”, Di Pendopo Bupati, Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, Sabtu (10/1/2015).
Dari keterangan yang diterima, seminar yang diselenggarakan ISKA Korda Kalbar itu, dihadiri sekitar 250 peserta yang berasal dari berbagai kota di Kalbar. Seminar yang dipandu oleh Agustinus Clarus (Mantan Anggota DPR RI), juga menghadirkan Ketua Korda ISKA Kalbar, Adrianus Asia Sidot, yang menjabat sebagai Bupati Kabupaten Landak.
Dijelaskan Putut bahwa Sumpah Palapa yang termuat dalam Kitab Pararaton diucapkan Gajah Mada ketika dilantik sebagai Patih Amangkubhumi Kerajaan Majapahit pada tahun 1336 Masehi (1258 Tahun Saka).
Sepuluh kota yang terdapat dalam Sumpah Palapa adalah Gurun (Pulau Gorom, Seram Bagian Timur), Seran (Seram), Tanjung Pura (Ketapang), Haru (Karo, Sumatera Utara), Pahang (Malaysia), Dompo (Sumbawa), Bali, Sunda, Palembang (Sriwijaya) dan Tumasik (Singapura).
“Oleh karena itu tidak ada alasannya bahwa pemerintah Kalbar tidak memperhatikan sejarah tentang Tanjung Pura ini. Harus ada kemauan politik dari pemerintah Kalbar untuk mengembalikan kejayaan sejarah Tanjung Pura sebagai wilayah maritim yang posisinya sangat strategis karena langsung berhadapan dengan Laut China Selatan,” ujar Putut Prabantoro, yang juga konsultan komunikasi BAKAMLA RI sejak tahun 2007 dalam keterangan kepada Tribunnews.com, Minggu (11/1/2015).
Ditegaskannya bahwa penting bagi ISKA Korda Kalimantan Barat untuk memulai penelusuran sejarah dan mengembalikan eksistensi kejayaan Kalbar di berbagai bidang.
Dengan mempelajari catatan sejarah, bahwa Kalimatan wilayah Barat menduduki arti penting dan strategis dalam peta Majapahit yang bertekad menyatukan seluruh nusantara.
Tercatat sejumlah negeri di Kalimantan Wilayah Barat yang kemudian masuk dalam wilayah Majapahit yakni, Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalinga (Tanjung Lingga), Kota Waringin, Sambas, Lawai, Kendawangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung dll.
Wilayah Perbatasan
Selain itu, Putut Prabantoro juga mendorong masyarakat intelektual Kalbar untuk secara serius memperhatikan wilayah perbatasan dan benar-benar melakukan penjagaan kedaulatan di daerah tersebut. Perbatasan itu bukan hanya Entikong tetapi ada sepanjang garis dari barat ke timur utara. Dan perbatasan itu rawan dengan pembalakan (illegal logging).
“Sungai Bening, Sambas yang terletak pada perbatasan Aruk, sebagai contoh, pada saat ini banyak terjadi pembalakan, illegal logging dan dilakukan oleh oknum aparat. Kegiatan illegal itu sulit diberantas dengan berbagai alasannya termasuk pelibatan oknum aparat. Lha, kalau oknum aparat saja melakukan pemerkosaan atas wilayah perbatasan negara, bagaimana negara Indonesia akan dijaga kedaulatannya. Jika pemerintah tidak bisa mengambil tindakan itu, lalu bagaimana kita semua menjaga serambi negara kita ?” ujarnya.
Oleh karena itu, Putut Prabantoro mengusulkan untuk dibentuk kegiatan ekonomi terpadu antara TNI dan Masyarakat. Kegiatan ekonomi terpadu di daerah perbatasan dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat wilayah perbatasan, dan sekaligus melakukan pengawasan bersama terhadap wilayah perbatasan dan mencegah terjadinya pembalakan.
Diusulkan juga, pengawasan atas wilayah NKRI di daerah perbatasan dengan Malaysia melibatkan masyarakat dengan menggalakan pengawasan melalui jejaring media sosial. Jejaring sosial merupakan kekuatan yang hebat (soft power) dan sangat ampuh dampaknya.
Dipastikan, dengan kekuatan jejaring sosial, siapapun yang terlibat dalam pembalakan atau perusakan lingkungan di wilayah perbatasan, dapat dengan segera diketahui dan diambil tindakan.
Seluruh masyarakat harus mendukung pemerintahan Joko Widodo yang secara serius memperhatikan perbatasan. Perusak lingkungan, pelaku pembalakan liar di wilayah perbatasan seharusnya dikenai sanksi pidana lebih berat karena mengancam stabilitas keamanan serta pertahanan negara.