Perubahan UU Perkawinan dan RUU Sistem Peradilan Keluarga Didesak Masuk Prolegnas
Banyak ditemukan bukti bahwa kompleksitas sistem hukum menyebabkan impunitas
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koordinator Nasional Asosiasi LBH APIK Indonesia Nursyahbani Katjasungkana, mendesak DPR RI untuk memasukkan RUU Perubahan terhadap UU Perkawinan dan RUU Sistem Peradilan Keluarga pada daftar Prolegnas 2014-2019 DPR RI dan menjadikan prioritas pembahasan tahun 2015-2016.
Dari kajian selama hampir 20 tahun atas pelaksanaan UUP Perkawinan dan 10 tahun pelaksanaan UU PKDRT, pihaknya menangani berbagai kasus keluarga yang tersebar pada 16 kantor perwakilan di seluruh Indonesia.
"Banyak ditemukan bukti bahwa kompleksitas sistem hukum menyebabkan impunitas," kata Nursyahbani, Kamis (15/1/2015).
Dirinya menambahkan mayoritas masalah keluarga diselesaikan dengan perceraian dan tidak dilaporkan terkait dugaan kasus KDRT. Bahkan majelis hakim pengadilan tidak mempertimbangkan bukti hukum terjadi peristiwa KDRT sehingga korban tidak mendapatkan keadilan secara hukum.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI GKR Hemas mendukung pengesahan Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Keluarga agar memudahkan akses keadilan bagi perempuan dan anak.
"Sangat penting dan mendesak UU Sistem Peradilan Keluarga itu untuk mewujudkan pengadilan yang cepat, mudah dan sederhana," katanya.
Menurutnya, UU mengenai sistem peradilan keluarga bertujuan untuk meninjau kembali UU tentang perkawinan yang telah bertahan selama 40 tahun. Untuk itu dirinya berharap UU mengenai sistem peradilan keluarga dapat mewujudkan keluarga yang sejahtera, serta tidak diskriminasi dan kekerasan.
Anggota perwakilan daerah itu menyoroti masalah perkawinan anak di bawah usia yang berakhir dengan perceraian dan angka kematian ibu di perdesaan dan kabupaten/kota. Selain itu, Hemas juga menilai angka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) meningkat tajam selama 10 tahun terakhir.
Data menunjukkan jumlah KDRT pada 2006 sebanyak 22.572 kasus namun pada 2013 menjadi 279.760 kasus.
"Dari jumlah tersebut tidak banyak yang diselesaikan pada tingkat pengadilan," ujarnya.
Sementara itu, anggota DPR RI yang juga aktris Dessy Ratnasari menyambut baik usulan LBH APIK untuk memperbaharui UU Perkawinan karena sudah tidak sesuai dengan harapan masyarakat khususnya kaum perempuan.
Dessy memiliki pengalaman dua kali proses perceraian yang tidak mendapatkan keadilan dari sistem hukum peradilan keluarga di Indonesia. Dirinya berjanji akan memperjuangkan pembahasan RUU tenteng sistem peradilan keluarga.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.