Relawan Desak Jokowi Lantik Budi Gunawan Jadi Kapolri
“Jika tidak melantik Kapolri yang sudah disetujui oleh DPR RI, justru Presiden Jokowi bisa dianggap melanggar undang-undang,” kata Marihot.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah organisasi relawan, yaitu Laskar Rakyat Jokowi (LRJ), Aliansi Nasionalis Nahdliyin (ANN), Sahabat Nusantara dan Persatuan Orang Betawi, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melantik Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) menggantikan Jenderal Pol Sutarman yang telah dicopot jabatannya sejak 15 Januari 2015 kemarin.
Menurut Ketua Umum LRJ, Riano Oscha, penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai itu sudah melalui proses yang sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Juga telah melalui proses ketatanegaraan yang melibatkan sejumlah lembaga, termasuk DPR RI, yang merupakan manifestasi kedaulatan rakyat,” tandas Riano Oscha kepada wartawan di Jakarta, Jum’at (16/1/2015).
Jadi, sambung Riano, jangan sampai keputusan DPR RI itu dikalahkan hanya oleh keterangan pers oknum pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jadi kami mendesak agar Presiden Jokowi untuk tidak ragu dan takut untuk melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri,” tandasnya.
Ditegaskan Riano, bahwa organisasi relawan siap mengawal Presiden Jokowi sampai akhir masa jabatan.
“Tidak benar kalau kami dari relawan meminta Presiden Jokowi tidak melantik Komjen Gunawan sebagai Kapolri. Kami para relawan sangat mendukung jika Presiden Jokowi melantik Komjen Budi Gunawan untuk menggantikan Jenderal Sutraman,” kata Riano.
Sementara Ketua ANN, Marihot Siahaan, SH. MH, menambahkan, pelantikan Kapolri adalah Hak Prerogratif Presiden yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang (UU).
“Jika tidak melantik Kapolri yang sudah disetujui oleh DPR RI, justru Presiden Jokowi bisa dianggap melanggar undang-undang,” kata Marihot.
Praktisi hukum ini menekankan, bahwa status tersangka adalah status yang belum berkekuatan hukum tetap. Karena ada proses hukum lebih lanjut untuk membuktikan, kalau seseorang itu bersalah atau dibebaskan dari segala tuduhan.
Marihot kembali menyesalkan langkah KPK yang dinilainya terburu-buru dan seperti dibawah tekanan pihak lain dalam memutuskan status Budi Gunawan ini. “Padahal ada individu-individu lain yang selama ini selalu disebut-sebut dalam banyak kasus yang disidangkan oleh Pengadilan Tipikor,” kata Marihot.
Dia pun mencontohkan bagaimana KPK sama sekali tidak pernah menyentuh putra mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. Meski sudah kerap disebut-sebut dalam berbagai kasus korupsi oleh beberapa saksi dalam beberapa persidangan.
“Meski ada keteedrangan saksi di persidangan, KPK tidak pernah sekalipun memanggil dan memeriksa Ibas. Sebaliknya hal ini terjadi pada calon Kapolri, Budi Gunawan. Meski belum pernah memeriksa dan memanggilnya, KPK langsung menetapkan jadi tersangkat. Ada apa? Kalau seperti ini kan terlihat KPK lah yang menjadi penentu seseorang itu baik atau jahat. Ini jadi berbahaya karena KPK sudah mengambil alih peran tuhan,” tambahnya.
Dia pun mempertanyakan waktu penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka.
Kalau memang Budi Gunawan memiliki rekening gendu,t menurutnya, mengapa KPK tidak langsung menetapkannya jadi tersangka ketika kasus ini mencuat dan Budi Gunawan masih berpangkat brigadir jendral dan mengapa ketika Budi Gunawan mau diangkat menjadi jenderal, KPK baru menetapkannya menjadi tersangka.
Ketua Sahabat Nusantara Giat Wahyudi meminta Jokowi untuk bisa bersikap bijak dalam menyikapi persoalan Budi Gunawan. Jokowi diharapkan tidak mencontoh mantan Presiden SBY yang selalu plintat plinut dalam bersikap.
Jokowi diharapkan dalam mengambil keputusan tidak perlu takut dengan tekanan KPK maupun beberapa LSM anti korupsi karena inilah yang merusak sistem penegakan hukum dan aturan di Indonesia selama 10 tahun pemerintahan SBY.