Gandeng Pemda, Kemensos Lakukan Pembinaan Panti Sosial
Baru-baru ini, ada laporan terjadinya tindak kekerasan pada penghuni yang autis di Panti Santa Maria Imakulata Jakarta Timur.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan dan tuntutan zaman serta hasil kajian pengelolaan panti, ke depan perlu dibuat panti yang nyaman dan mendorong produktivitas para penghuninya.
“Keberadaan lingkungan panti yang nyaman penting dan dibutuhkan agar penghuni merasa terlindungi, terbantu, termotivasi untuk mendapatkan layanan dengan sebaik-baiknya,” kata Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, saat kunjungan ke Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Harapan Sentosa di Cengkareng, Jakarta, Jumat (16/1/2015).
Selain itu, adanya tindak kekerasan terhadap penghuni panti, terutama panti-panti yang memberikan pelayanan anak, baik yang normal maupun disabilitas harus disikapi serius berbagai pihak terkait.
“Kami mendesak berbagai instansi berwenang secara teratur untuk melakukan pengawasan terhadap keberdaaan dan aktivitas dari panti-panti tersebut, ” ujarnya.
Baru-baru ini, ada laporan terjadinya tindak kekerasan pada penghuni yang autis di Panti Santa Maria Imakulata Jakarta Timur. Tentu saja, memprihatinkan semua pihak. “Kami minta staf bersama instansi terkait melakukan investigasi untuk melakukan pengecekan di lapangan dan salah satu tugas Kemensos membina panti-panti,” katanya.
Terkait penanganan gelandangan psikotik di DKI Jakarta, Kemensos tidak bisa bekerja sendirian tapi perlu sinergitas dengan pemerintah daerah (Pemda). Misalnya, dengan forum kerja sama bidang mitra praja bidang sosial.
“Realisasinya adalah dengan pembinaan di UPTD dan melakukan pemulangan ke gelandangan psikotik ke wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat, ” tandasnya.
Kemudian tindak lanjutan dilakukan pembinaan di panti sosial pemda dalam perwujudan hak penyandang disabilitas mental (psikotik). Sehingga, penyandang disabilitas mental nyaman berada dalam keluarga/masyarakat dan mereka bisa berfungsi sosial, serta disability inclusion.
“Penanganan itu, sesuai dengan amanat UU NO 19/2011 dan UU NO 18/2014, ” ujarnya.
Saat ini, peran panti untuk penanganan pengguna Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif (Napza) tercatat 4 juta orang. Menyasar semua umur, profesi, status sosial, mulai dari rakyat biasa hingga pejabat negara.
Karena itu dibutuhkan lingkungan rehabilitasi, salah satunya di panti Yayasan Penuai di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Panti rehabilitasi tersebut, merupakan salah satu dari 41 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Juga, diterapkan pola therapetic community, yaitu pendekatan kelayan yang bisa menolong dirinya dalam komunitas, terutama perubahan perilaku (abstienence).
Juga, menangani dua Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), yaitu kelayan bekas pengguna napza dan kelayan psikotik. Jumlah penghuni rehabilitasi 67 orang, 64 laki laki dan 3 wanita.
Di Jawa Barat ada 10 panti yang menjadi tempat rehabilitasi bekas pengguna napza. Namun pada umumnya, panti bila memang harus menjadi pilihan hanya berkapasitas antara 75 sampai 100 orang.
Semua pihak diminta menyatakan perang stop terhadap napza. Juga, melakukan pendekatan community base, sebagai langkah penanganan dan kontrol atas pergerakan peredaran napza yang sangat masif dan sistematis.
“Penanganan melalui community base penting dilakukan, selain mencegah modus baru penggunaan napza yang dicampur minuman keras oplosan, ” ujarnya.
Terus bertambahnya pengguna penyalahgunaan napza, salah satunya disebabkan depresi sosial yang menghinggapi sebagian warga dan berujung pada aspek psikotik.