Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Apakah Megawati Memiliki Ketegaan Membiarkan Jokowi Alami Penggerogotan Legitimasi?

Apakah Megawati memiliki ketegaan membiarkan Jokowi mengalami penggerogotan legitimasi di mata rakyatnya? Kita tidak tahu. - Limas Sutanto

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Apakah Megawati Memiliki Ketegaan Membiarkan Jokowi Alami Penggerogotan Legitimasi?
Kompas.com
Presiden kelima yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri ikut menghadiri pelantikan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/11/2014). 

TRIBUNNEWS.COM - Siapa pun yang jujur mengikuti hati nuraninya akan dapat mengakui bahwa Joko Widodo adalah presiden yang mau bekerja keras, sedang bekerja keras, bercita-cita memimpin Indonesia untuk menjadi bangsa dan negara yang lebih baik, lebih sejahtera, lebih kuat, lebih manusiawi. Ia pun kini sedang terus berbuat mengejawantahkan cita-cita itu.

Itu semua sudah ia buktikan bukan hanya melalui penampilan dan wicaranya yang sederhana dan apa adanya atau melalui blusukan-nya yang tulus, melainkan juga melalui tindakannya memilih beberapa menteri yang sungguh merupakan pilihannya sendiri tanpa pengaruh signifikan kompromi politik.

Sebutlah seperti Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Setidak-tidaknya kita dapat melihat bahwa kedua menteri pilihan asli Jokowi itu langsung bekerja nyata untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang menguntungkan rakyat.

"Orangtua" yang dominan

Akan tetapi, kita pun melihat betapa Jokowi tidak terlepas dari pengaruh tokoh-tokoh politik yang sosoknya sulit dilawan oleh Jokowi. Agaknya tokoh-tokoh itu adalah orang-orang senior dalam politik yang dapat terhayati oleh Jokowi sebagai sosok "orangtua" dominan (penuh kuasa), yang menghendaki Jokowi bersikap submisif (tunduk dan menurut). Salah satu dari tokoh-tokoh itu adalah Megawati Soekarnoputri.

Publik luas membaca betapa Megawati dapat begitu kuat memengaruhi Jokowi dalam memilih pejabat, sampai-sampai sebagian dari publik menyindir Jokowi dengan menyebutnya sebagai "presiden boneka".

Kejadian terakhir yang mencolok, yang mengesankan pengaruh kuat tak terlawankan dari Megawati terhadap Jokowi adalah dipilihnya Komisaris Jenderal Budi Gunawan menjadi calon tunggal Kepala Kepolisian Negara RI oleh Jokowi, yang kemudian berbuntut kekisruhan berlarut-larut yang menggerogoti legitimasi Jokowi di hadapan rakyat.

Berita Rekomendasi

Kita tidak tahu apakah Megawati sebagai negarawan memiliki ketegaan yang luar biasa untuk membiarkan Jokowi mengalami penggerogotan legitimasi di hadapan rakyat dengan berkeras "memerintahkan" Jokowi untuk memilih Budi Gunawan sebagai Kepala Polri.

Padahal, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Gunawan menyandang indikasi-indikasi sangat kuat sebagai pelaku korupsi. Apakah Megawati hanya setingkat saja dengan anggota-anggota DPR yang tega menjerumuskan Jokowi dengan menyetujui (bukan mengoreksi) pilihan Jokowi, padahal pilihan Jokowi itu jelas-jelas tidak diterima oleh rakyat yang diwakili oleh para anggota DPR itu.

Keseluruhan drama itu menyodorkan tanda-tanda bahwa, bagi Jokowi, melawan kehendak jutaan relawan pendukungnya dan ratusan juta rakyat jelata yang memilihnya untuk menjadi orang nomor satu di Republik Indonesia adalah lebih enteng, lebih mudah, dan lebih bisa dilakukan daripada melawan kehendak perseorangan tokoh "orangtua" yang—bagi jiwa subyektif Jokowi—terhayati secara idiosyncratic (sangat unik) sebagai kekuatan yang begitu hegemonik dan digdaya. Tak tertahankan, tak terlawankan.

Dalam mengalami praktik psikoterapi bersama pasien-pasien, di sana-sini penulis menjumpai orang-orang yang memang memiliki penghayatan subyektif idiosinkratik "begitu tidak berdaya" ketika mereka berhadapan dengan "orangtua".

Betapa pun orang-orang itu berumur dewasa, bahkan setengah tua, tetapi ketika mereka berhadapan dengan "orangtua", mereka menjadi penurut. Mereka tidak sanggup meneruskan fungsi berpikir otonom yang selama ini sudah mereka miliki dengan baik dan mereka ejawantahkan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Di hadapan sang "orangtua", mereka cenderung meninggalkan pilihan bebas mereka dan menuruti saja kehendak sang "orangtua".

Saya khawatir Jokowi adalah orang yang seperti itu di hadapan sang "orangtua", yang dalam hal ini terutama adalah Megawati Soekarnoputri. Kita melihat beberapa bahasa tubuh Jokowi, baik di masa-masa sebelum dia dipilih menjadi calon presiden oleh Megawati ataupun pada masa-masa setelah itu, yang mencerminkan betapa Jokowi "tunduk" di hadapan Megawati.

Salah satu yang terpenting adalah tindakan berulang Jokowi mencium tangan Megawati sembari membungkukkan punggungnya secara signifikan. Memang kita bisa mengatakan bahwa itu hanya sikap santun Jokowi sebagai orang Jawa dan orang Solo yang sangat diresapi budaya menghormati orangtua, tetapi terus terang tindakan berulang Jokowi itu dapat dilihat sebagai sebuah bahasa nonverbal yang dapat mencerminkan penghayatan diri yang submisif (tunduk dan menurut) di hadapan Megawati yang adalah "orangtua" yang dominan.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas