Denny Indrayana: Cara Presiden SBY Akhiri Gesekan KPK-Polri Lebih Baik
"Dulu itu Presiden hadir belakangan untuk membantu menyelesaikan, ini (sekarang) presiden menjadi penyebab masalah, karena beliau yang mengusulkan,"
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perseteruan KPK-Polri bukan kali pertama terjadi di republik ini. Kisruh dua lembaga penegak hukum itu muncul di era Presiden Susilo Bambang Yudhyono, sampai melahirkan istilah cicak vs buaya.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, menilai ada perbedaan antara Presiden SBY dan Presiden Joko Widodo ketika KPK dan Polri bergesekan, termasuk bagaimana kedua presiden itu menyelesaikan polemik tersebut.
Pada eranya, saat kasus cicak vs buaya pecah, Presiden SBY akan datang untuk menyelesaikan. Namun perseteruan sekian kalinya ini, justru dimulai oleh Presiden Jokowi yang bersikeras mengajukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri.
Sehari sebelum menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR RI, KPK menyatakan tersangka Komjen Budi. Di hari itu anggota Komisi III DPR RI sowan ke rumah Komjen Budi Gunawan untuk ramah tamah, tapi mendadak berubah.
"Dulu itu Presiden hadir belakangan untuk membantu menyelesaikan, ini (sekarang) presiden menjadi penyebab masalah, karena beliau yang mengusulkan," terang Denny saat konferensi pers di kantor Kontras, Minggu (1/2/2015).
Pascapenetapan Komjen Budi sebagai tersangka, Presiden Jokowi menunda pelantikannya sebagai Kapolri tapi entah sampai kapan. Berhembus kabar, Jokowi masih mengumpulkan, menimbang sejumlah opsi: melantik atau mencari calon lain.
Denny menyayangkan sikap Jokowi yang tak memiliki kewenangan untuk membatalkan pencalonan Budi sampai sidang gugatan praperadilan yang diajukannya terhadap KPK selesai. "Secara tata negara yang mengusulkan bisa membatalkan," ujarnya.
Era SBY, gesekan antara KPK-Pori dimulai ketika dua pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri. Saat itu Kabareskrim Polri dijabat Komjen Polisi Susno Duadji.
Tim Delapan lalu dibentuk untuk mengkaji kasus dan memberikan masukan. Hasilnya kasus Bibit-Chandra akhirnya dikesampingkan demi hukum. Usulan ini setelah SBY menangkap pertimbangan sosiologis masyarakat lewat survei di lapangan.
Gesekan selanjutnya ketika KPK menetapkan tersangka Kepala Korlantas Polri, Brigjen Djoko Susilo. Polisi tak mau kalah, membuka kasus lama penyidik KPK, Novel Baswedan, ketika masih bertugas di Bengkulu.
Dalam menangani kasus itu SBY membentuk tim untuk mengkaji dan memberikannya masukan. SBY akhirnya memerintahkan agar Polri menghentikan penyidikan terhadap Novel Baswedan dan kasus Djoko harus ditangani KPK, bukan oleh institusinya.
Aksi saling bajak KPK-Polri kali ini terjadi tapi dampaknya lebih besar, begitu kata pengamat. Setelah Komjen Budi jadi tersangka, Bareksrim Polri menyangka Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto atas dugaan mengarahkan saksi untuk keterangan palsu.