Gerindra Tak Ingin Penyadapan dan SP3 Masuk Pembahasan Revisi UU KPK
Martin Hutabarat mengatakan revisi undang-undang KPK harus untuk memperkuat kedudukan dalam rangka penyelidikan dan pemberantasan korupsi.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Martin Hutabarat mengatakan revisi undang-undang KPK harus untuk memperkuat kedudukan dalam rangka penyelidikan dan pemberantasan korupsi.
Martin secara tegas menyatakan tidak sepakat jika revisi UU KPK yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) mengutak atik kewenangan KPK.
"Kalau pun mau direvisi harus untuk memperkuat peranan KPK sebagai lembaga penyidik pemberantasan korupsi yang kredibel," ujar Martin di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (14/2/2015).
Karena itu, politikus Partai Gerindra itu tidak ingin ada pembahasan mengenai penyadapan atau surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam revisi UU KPK.
Menurut Martin, penyadapan dan ketiadaan SP3 adalah senjata ampuh KPK yang membuat para koruptor takut. Soalnya, setiap tersangka KPK pasti akan dilanjutkan ke penuntutan.
"Saya kira itu kekuatan KPK sehingga dia ditakuti koruptor adalah penyadapan dan tidak adanya SP3. Jadi kalau mau dievaluasi harus dilihat dulu apa untungnya. Itu lah pasal yang harus diitakuti koruptor. Penyadapan (dan) tidak adanya SP3," ujar Martin.
Terkait revisi UU KPK yang sudah masuk dalam Prolegnas DPR, Martin mengatakan pembahasan kemungkinan tidak dilakukan pada tahun ini. Pembahasan revisi UU KPK bahkan bisa dimulai tahun depan atau malah tidak dibahas dalam waktu lima tahun ke depan.
"Usulan itu belum cakup soal pasal-pasal mana apa itu isinya yang hendak direvisi. Hanya masih seperti gelondongan komisi ini ajukan ini selama lima tahun. Bisa dibahas masuk dalam Prolegnas. Bisa juga dibahas tahun depan atau lima tahun lagi. Bisa juga itu juga tidak akan dibahas melihat kepada realitas politik," tukas Martin.