Karut-marut Pergantian Kapolri, BIN Harus Dievaluasi
Menurut Martin, BIN harusnya memberikan informasi yang akurat kapan saatnya mengganti Sutarman sehingga tidak menimbulkan gejolak.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPRI RI Martin Hutabarat mengkritik kinerja Badan Intelijen Negara (BIN) terkait karut-marut pergantian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal Sutarman.
Menurut Martin, BIN harusnya memberikan informasi yang akurat kapan saatnya mengganti Sutarman sehingga tidak menimbulkan gejolak.
"Harus dievaluasi intelijen kita. Kalau intelijen tidak ikut terlibat di sini, ini adalah intelijen yang nol. Abal-abal kalau tidak terlibat," kata Martin di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (14/2/2015).
Pergantian Kapolri, kata Martin, harus ada laporan dan analisa dari intelijen kepada Presiden Jokowi. Analisa atau laporan itu adalah sebab-sebab Sutarman harus diganti pada pertengahan Januari 2015 padahal Sutarman masih aktif berdinas di Polri hingga sepuluh bulan ke depan.
"Itu harus ada analisa dan intelijen. Nah kalau Jokowi berani membuat pergantian pada saat Januari berarti evaluasi penilaian intelijen kan aman. Ya pasti itu, kalau tidak, negara kita negara abal-abal lagi. Masak mau buat putusan badan intelijen tidak difungsikan? Itu adalah pemerintah yang abal-abal. Jokowi berani, perkiraan saya karena intelijen bilang aman. Ternyata tidak aman. Evalusi itu badan intelijen," ujar anggota Komisi III DPR RI itu.
Sebelumnya, sudah lebih dari sebulan Indonesia tidak memiliki Kapolri. Jenderal Sutarman yang sebelumnya menjabat Kapolri diberhentikan dan hendak digantikan Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Nahas, sehari sebelum mengikut uji kelayakan dan kepatutan di DPR RI, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Budi Gunawan tersangka penerimaan hadiah atau janji.
Tidak mau mundur dari Kapolri, Budi Gunawan akhirnya menggugat penetapannya sebagai tersangka pada praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.