Soal Budi Gunawan Dua Pakar Hukum Tata Negara Beda Pendapat 180 Derajad
Dua Pakar Hukum Tata Negara mempunyai pendapat berbeda terkait dampak bagi Presiden Joko Widodo apabila tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua Pakar Hukum Tata Negara mempunyai pendapat berbeda terkait dampak bagi Presiden Joko Widodo apabila tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Sebelumnya, Margarito Kamis mengatakan apabila Presiden Joko Widodo tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri maka implikasinya bisa serius. Sebab, Jokowi bisa dianggap melanggar Undang-Undang Dasar.
Pendapat itu disampaikan Margarito usai menjadi saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan praperadilan Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015).
Margarito menyebut tindakan pelanggaran atas UUD itu terklasifikasi sebagai perbuatan tercela yang dapat mengarah ke pemakzulan. Tindakan melanggar hukum ini ditransformasi dalam Pasal 7 UUD masuk kualifikasi perbuatan tercela, impeachment.
Namun, pendapat yang disampaikan Margarito Kamis berbeda dengan pemahaman yang dimaknai Refly Harun. Menurutnya, perbuatan tercela bukan seperti yang dimaksudkan Margarito.
"Saya menantang, darimana bisa disebut perbuatan tercela. Mana lebih tercela melantik seorang tersangka atau tidak melantik seorang tersangka? Saya dengan tegas mengatakan melantik seorang tersangka itu perbuatan tercela, " kata Refly Harun di Warung Daun, Sabtu (14/2/2015).
"Tetapi maksud ayat-ayat itu bukan seperti itu (seperti yang dikatakan Margarito Kamis,-red), maksud tercela itu misalnya ditemukan zina, judi, minum-minuman sehingga seorang presiden melakukan tindakan itu (tercela,-red). Itu bisa dilakukan pemakzulan karena telah berbuat tercela di masyarakat."