Ternyata MA Bisa Menerima Kasasi Putusan Praperadilan
Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjerat Komjen Pol Budi Gunawan akan kandas
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjerat Komjen Pol Budi Gunawan akan kandas bila kasasi yang diajukan lembaga anti rasuah itu tidak diterima atau bahkan ditolak Mahkamah Agung.
Terlebih MA melalui Juru bicaranya, Hakim Agung Suhadi, menyebut sesuai pasal 45A undang-undang MA, lembaga tersebut tidak menerima kasasi praperadilan.
Namun menurut Peneliti Senior Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Arsil, MA bisa saja menerima kasasi yang diajukan KPK terhadap hasil sidang praperadilan yang diajukan Budi di Pengadilan Negri Jakarta Selatan. Ia menyebut pada tahun 2009 - 2011, setidaknya ada 130-an kasasi atas putusan sidang praperadilan yang diajukan ke MA.
Pada tahun 2004 tersangka kasus Newmont sempat mengajukan permohonan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka, dan gugatannya itu kandas. Namun kasasi yang diajukan diterima oleh MA yang saat itu dipimpin Bagir Manan, dan kasasinya dimenangkan. Oleh karena itu demi penegakan hukum, MA harusnya menerima kasasi yang diajukan KPK.
"MA harus mau menerima permohonan kasasi ini, menyimpang pasal dari 45A ini, agar terdapat kepastian hukum ke depannya," kata Asril di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta Pusat, Minggu (22/2/2015).
Bila gugatan Budi memiliki kekuatan hukum tetap, maka surat perintah penyidikan (Sprindik) untuk menjadikan Budi tersangka terpaksa harus dibatalkan, dan hak-hak Budi akan dikembalikan, termasuk menyudahi pemblokiran rekening Budi oleh KPK.
Selain itu dalam putusannya hakim Sarpin Rizaldi menyebut pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang praperadilan, bisa didalilkan untuk menggugat penetapan status tersangka. Padahal tak satu pun kata-kata tersangka ada di pasal tersebut. Ke depannya para tersangka di kasus lain bisa menempuh hal yang sama.
"Itu harus menjadi acuan ke depannya. Apakah penetapan status tersangka itu termasuk objek praperadilan, itu harus diputuskan, supaya ada kepastian hukum," terangnya.
KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier (Karobinkar) Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.
Sarpin dalam putusannya menyebut Budi saat itu bukan lah penegak hukum, melainkan pegawai administratif. Budi juga dianggap bukan lah penyelenggara negara karena pangkatnya setara eselon II a. Sedangkan KPK hanya boleh menyelidiki penegak hukum ataupun penyelenggara negara.
"Hingga konsekuensinya kalau Kapolda, dia tidak bisa diusut oleh KPK, karena dia bukan aparat peengak hukum, dan karena sedang melaksanakan tugas administrasi, dan bukan penyelenggara negara," kata Asril.
"Apa penafsiran Sarpin tepat atau tidak, itu harus diputus MA. Sekarang kita dihadapkan pada kasus hukum yang sulit, kalau tidak dijawab (MA) akan menimbulkan ketidakpastian hukum," tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.