ICJR: Masih Banyak Indikasi Penyiksaan Tersangka oleh Petugas
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menemukan masih banyak menemukan indikasi penyiksaan dan intimidasi oleh petugas terhadap tersangka.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Eddyono mengatakan selama ini masih banyak menemukan indikasi penyiksaan dan intimidasi yang dilakukan aparat penegak hukum kepada tersangka.
"ICJR menemui setidaknya dari 42 kasus, ada 11 kasus yang terindikasi terjadi penyiksaan atau intimidasi dari aparat penegak hukum," kata Supriyadi di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (12/4/2015).
Menurut Supriyadi penyiksaan dan intimidasi tak hanya dialami pelaku, melainkan juga kepada saksi di dalam ruang sidang, agar mempermudah pembuktian kasus yang ditangani.
Sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2253 K/PID/2005, yang memproses perkara terpidana mati Zulfikar Ali terkait kasus peradaran gelap Narkotika. Bahkan dalam putusan terkuan ada sejumlah saksi memberikan pengakuan telah mendapat intimidasi dan siksaan dari penyidik. Akhirnya di persidangan para saksi itu mencabut keterangannya di BAP Penyidikan.
"Dalam bukti rekaman di Persidangan yang dilampirkan pengacara Zulfikar Ali pada memori kasasi, terungkap terpidana mati, saksi Ginong Pratidina dan saksi Gurdip Singh mencabut BAP karena mendapat tekanan fisik dan mental saat penyidikan," imbuhnya.
Melihat fenomena itu, ICJR dalam kesempatan ini meminta pemerintah melakukan pengkajian ulang terhadap semua putusan pengadilan yang memvonis pidana mati terhadap terdakwanya. Sebab harus dipastikan betul Proses hukum pidananya telah seusuai dengan prinsip fair trial dan prinsip universal. Permintaan itu juga meliputi pemberian hak untuk terdakwa mencari keadilan.
"Kami juga mendesak MA mencabut SEMA 1/2012 dan SEMA 7/2014 yang membatasi serta menghambat para pencari keadilan. Peninjauan Kembali harusnya diatur lebih komprehensif di KUHAP atau UU khusus mengenai PK," imbuhnya.