Penyidik KPK Kaget Lihat Dokumen di Kantor Adik Bos Sentul City Sudah Kosong
Menurut Edi, penggeledahan yang dilakukan pihaknya adalah untuk mencari alat bukti terkait penangkapan FX Yohan Yap
Penulis: Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Edi Wahyu kaget saat mengetahui dokumen yang hendak disita pihaknya di kantor milik adik bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng yakni Haryadi Kumala di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat telah raib.
"Kita kaget karena barang-barang yang akan kita cari sudah tidak ada. Awal penggeledahan ke sana, adalah suap Yohan Yap ke bupati Bogor, terkait alih fungsi lahan di Bogor," kata Edi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (22/4/2015).
Menurut Edi, penggeledahan yang dilakukan pihaknya adalah untuk mencari alat bukti terkait penangkapan FX Yohan Yap.
Yohan Yap sebelumnya tertangkap oleh KPK saat menyuap Rachmat Yasin yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bogor.
Menurut Edi, pihaknya mendapat informasi bahwa Yohan bekerja di Menara Sudirman.
Kemudian penyidik menyebar dan dibentuk beberapa tim untuk melakukan penggeledahan beberapa sasaran.
"Betul, waktu itu tim dibagi beberapa karena ada beberapa sasaran, saya di lantai 27. Saat kami masuk, kantor tertutup, di dalam ada orang, tapi tidak mau buka. Kita buka, kita geledah," tuturnya.
Masih kata Edi, penyidik kala itu tidak mendapatkan dokumen dan barang bukti yang dicari terkait penyuapan tukar menukar lahan di Bogor, Jawa Barat.
Menurutnya, pada saat itu kantor sudah dalam keadaan kosong.
Swie Teng dalam kasus ini didakwa dengan dua sangkaan.
Sangkaan pertama yakni dugaan upaya merintangi proses penyidikan dan dan sangkaan kedua yakni suap terkait rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor.
Terkait merintangi penyidikan, Cahyadi disebut JPU berupaya menghilangkan barang bukti serta mempengaruhi saksi di persidangan. Menurut JPU, Cahyadi melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999.
"Dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara. Langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, yaitu merintangi penyidikan atas nama tersangka FX Yohan YAP alias Yohan dan kawan-kawan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik-22/01/05/2014 tanggal 08 Mei 2014," ucap JPU KPK Surya Nelli saat membacakan surat dakwaan.
Sejumlah cara dilakukan terkait upaya itu diantaranya adalah memerintahkan sejumlah pihak memindahkan dokumen dari suatu tempat ke tempat lain dan menyuruh sejumlah orang untuk memberikan keterangan yang tidak benar di hadapan penyidik KPK terkait PT BJA.
Dalam upaya mempengaruhi saksi, sejumlah pihak dikumpulkan di beberapa tempat, salah satunya di Hotel Golden Boutique, Jakarta.
"Terkait PT BJA agar tidak dapat disita penyidik KPK," kata JPU.
Sedangkan terkait dugaan suap, Cahyadi diduga bersama-sama dengan perwakilan PT BJA Yohan Yap memberi atau menjanjikan sesuatu kepada penyelenggara negara terkait pemberian rekomendasi tukar menukar kawasan hutan.
Dalam hal ini, dia diduga menyuap Rachmat Yasin yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bogor.
Suap itu bermula ketika Cahyadi meminta bantuan kepada Bupati Bogor Rachmat Yasin agar rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan yang diajukan PT BJA segera diterbitkan sekitar Januari 2014.
Bersama-sama sejumlah pihak termasuk Yohan, Cahyadi kemudian menyuap Yasin Rp 4,5 miliar dari Rp 5 milar yang dijanjikan agar rekomendasi tukar menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektar yang merupakan syarat untuk pemanfaatan lahan 30 ribu hektare Kota Mandiri yang diajukan PT BJA agar segera diterbitkan Pemerintah Kabupaten Bogor.
"Terdakwa minta bantuan ke Rahmat Yasin supaya rekomendasi diterbitkan. Yang sebagian dari uang tersebut yakni sejumlah Rp 1.500.000.000 melalui perantara penerima HM Zairin selaku Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yakni kepada Rachmat Yasin selaku Bupati Bogor," kata Jaksa lagi.
Uang dari PT BJA itu diserahkan oleh Robin Zulkarnaen kepada Yasin melalui Yohan secara bertahap mulai Februari hingga Mei 2014. Pada 6 Februari, Yohan memberikan uang Rp 1 miliar di rumah Yasin.
"Uang tersebut diserahkan oleh F.X Yohan YAP kepada Rachmat Yasin di ruang tamu rumah tersebut," ucap Jaksa.
Kemudian Maret 2014, Robin memberi tahu Yohan bahwa Yasin meminta Rp 2 miliar lagi.
Setelah itu Yohan mendatangi rumah dinas Yasin dan menyetor Rp 2 miliar melalui Sekretaris pribadi bupati Tenny Ramdhani.
"Selanjutnya Tenny menyimpan uang tersebut di bawah meja kerja yang terletak di ruang keluarga rumah dinas Rachmat Yasin, selanjutnya uang tersebut terima oleh Rachmat Yasin," kata jaksa.
Terakhir pada 7 Mei 2014, sekitar pukul 16.00 WIB, Yohan bertemu Kepala Dinas Pertanian Bogor M. Zairin di Taman Budaya, Kabupaten Bogor untuk menyerahkan sisa komitmen suap kepada Yasin Rp 1,5 miliar.
Nahasnya, saat itu keduanya langsung dibekuk Satgas KPK setelah itu membekuk Yasin. Ketiganya telah menjadi pesakitan kasus ini.
"Keduanya berhasil ditangkap petugas KPK," ujar Jaksa.
Cahyadi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55. Ayat (1). Ke-1 KUHP.