Konflik Golkar dan PPP, Pembahasan PKPU di Komisi II Masih Temui Jalan Buntu
Komisi II DPR hingga kini belum menemui kesepakatan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait Peraturan KPU mengenai Pilkada.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR hingga kini belum menemui kesepakatan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait Peraturan KPU mengenai Pilkada. Peraturan yang menjadi perdebatan mengenai pencalonan kepala daerah jika masih terjadi dualisme kepengurusan partai politik.
Hal itu diketahui terjadi di tubuh partai Golkar dan PPP. Padahal, Komisi II dan KPU harus menyelesaikan 10 PKPU sebelum penutupan masa sidang DPR pada hari ini.
Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo mengingatkan UU Parpol pada dasarnya adalah keputusan Menteri Hukum dan HAM. Bila partai tidak berkonflik, maka Menkumham akan menerbitkan Surat Keputusan (SK) dimana partai menjadi badan hukum. Tetapi terjadi permasalahan saat ada dua parpol yang sedang bersengketa. Lalu terdapat putusan sela PTUN untuk menunda pemberlakuan SK.
"Mana yang mau diakui? Karena harus dapat persetujuan DPP. DPP mana? " kata Arif di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (24/4/2015) malam.
Arif mengungkapkan terdapat pendapat menunggu putusan PTUN yang akan terbit sebelum pencalonan kepala daerah. Lagi-lagi perdebatan terjadi bila ada putusan sebelum pendaftaran calon kepala daerah apakah sudah berkekuatan hukum tetap atau inchraht.
"Bagaimana jika ada banding? Ada kasasi? Maka kita berdebat di situ. Pandangan ahli, gunakan yang punya Menkumham. Peradilan jalan, kan pilkada bukan cuma 2015. Kalau ada putusan PTUN mengubah posisi, ada kewajiban Menkumham untuk perbaiki SK-nya," ujarnya.
Perdebatan lainnya mengenai kewenangan DPR di pembahasan peraturan teknis yang sebenarnya menjadi kewenangan atributif KPU. Meskipun berdasarkan UU, terdapat ada aturan bahwa KPU melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah agar peraturan itu tidak bertentangan dengan UU.
"Tetapi sifat rapat konsultasi itu tidak bersifat mengikat. Nah, lalu ada beberapa fraksi yang minta agar mengikat, ada rekomendasi. Nanti, kalau ada beberapa alternatif, lalu KPU lebih cenderung ke salah satu, lalu KPU dianggap berpihak," katanya.
Oleh karenanya, PDIP menilai hal itu diserahkan kepada KPU. Meskipun masih banyak fraksi yang memiliki pandangan berbeda. "PDIP berpendapat serahkan saja ke KPU, kan yang penting sudah konsultasi," ujarnya.