Menjelang Pilkada Serentak Korupsi Sawit Dikhawatirkan Makin Menggila
Bukan rahasia lagi izin pembukaan lahan Sawit menjadi bancakan bagi para pemimpin di daerah, oleh Kepala Daerah.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Bukan rahasia lagi izin pembukaan lahan Sawit menjadi bancakan bagi para pemimpin di daerah, oleh Kepala Daerah.
Pengacara Sawit Watch, Ronald Siahaan, mengaku khawatir, pada perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak suap terkait izin pembukaan lahan makin menggila.
Kepada wartawan di dalam diskusi "Korupsi, Masalah yang tidak Kunjung Selesai di sektor Perkebunan Sawit," di Chese Cake Factory, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015), menyakini bila pertahunnya perluasan lahan Sawit mencapai 500 ribu hektar, setelah pilkada serentak tahun ini yang diikuti 272 daerah, perluasan lahan sawit akan meningkat dua hingga tiga kali lipat.
Sang calon Kepala daerah terutama incumbent dipastikan membutuhkan uang banyak untuk bisa memenangkan pemilihan, salah satu potensi mendapatkan dana cepat adalah dengan menjual termasuk pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada para pengusaha Sawit.
"Jadi izinnya itu diberikan sebelum dan sesudah (sang peserta Pilkada) menang, sebagian besar itu diberikan setelah menang," katanya.
Ia memprediksi hal itu akan terjadi di Sumatera dan Kalimantan yang merupakan lahan potensial untuk Sawit, serta di Papua yang masih tersedia banyak lahan dan sulit terpantau dari Jakarta.
Penelusuran Sawit Watch selama ini menemukan bahwa pengusaha bisa mengeluarkan uang hingga Rp 7 miliar untuk perizinan.
Yang dikhawatirkan adalah izin-izin yang dikeluarkan atas dasar suap itu, dikeluarkan tanpa proses yang memadai, termasuk mempertimbangkan dampak lingkungan, serta mempertimbangkan keberadaan masyarakat lokal.
"Kami khawatir justru konflik antara pengusaha Sawit dengan masyarakat akan meningkat, karena izinnya diberikan sembarangan," ujarnya.
Sepanjang tahun 2015 ini saja tercatat sudah tiga kasus terjadi akibat konflik serupa, mulai dari konflik tiga desa di Sampanahan Hilir, Kotabaru, Kalimantan Selatan, lalu konflik kekerasan oleh anggota Polri terhadap warga Muara Teweh yang memprotes PT.Pesona Lintas Surasejati dan tewasnya Indra Pelani seorang anggota serikat petani di Jambi.
Obral HGU itu juga berpotensi merusak hutan. Ronald mengutip penelusuran Indonesia Coruption Watch (ICW) pada 2014 lalu, bahwa ada kasus pengalihan fungsi lahan hutan ke perkebunan Sawit di Sumatera Selatan dan Aceh, dengan potensi kerugian negara hingga RP 177 miliar.
"Oleh karena itu kita mohon ke pemerintah, supaay izin-izin tersebut dimoratorium dulu, setidaknya sampai setelah pilkada," tandasnya.
Caption: Pengacara Sawit Watch, Ronald Siahaan, saat diawancara wartawan di sela-sela diskusi "Korupsi, Masalah yang tidak Kunjung Selesai di sektor Perkebunan Sawit," di Chese Cake Factory, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (26/4/2015).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.