Melihat Museum DPR yang Gelap dan Tertutup
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewacanakan pembangunan Museum serta Perpustakaan.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mewacanakan pembangunan Museum serta Perpustakaan. Rencana itu disampaikan Ketua DPR Setya Novanto dalam pidato penutupan masa sidang ke-III.
Museum DPR terletak di lantai II Gedung Nusantara atau biasa disebut Gedung Kura-Kura. Pantauan Tribunnews.com, jalan menuju ke Museum gelap karena pencahayaan yang kurang. Meskipun baru saja murid-murid dari sekolah dasar mengunjungi museum tersebut.
Selain itu, ruangan tersebut tertutup rapat tidak seperti layaknya museum lainnya yang memiliki jadwal buka-tutup. Maket Gedung DPR serta kursi yang tak terpakai dibiarkan tergeletak di pintu masuk museum DPR.
Saat Tribunnews.com bersama sejumlah awak media lainnya menuju ke museum itu, petugas langsung menghadangnya. Ia menyebutkan untuk masuk ke museum butuh persetujuan dari staf diruangan operation room.
"Daftar dulu disana, tidak bisa masuk," kata petugas tersebut.
Ketika ditanyakan mengenai aturan masyarakat boleh mendatangi museum, ia tetap meminta persetujuan staff. "Itu dulu, sekarang beda," katanya langsung mengunci pintu museum.
Awak media pun mendatangi operation room di lantai dasar Gedung Kura-Kura. Ia menjelaskan bahwa pengunjung harus membawa surat izin dari instansi asal untuk masuk ke dalam museum.
"Kalau ada surat izin akan saya antarkan, media juga gitu bawa saja surat izinnya, mudah kok," tutur staff yang enggan disebutkan namanya itu.
Ia membantah adanya aturan tersebut karena adanya pemberitaan mengenai pembangunan museum baru.
"Enggak, ini berkaitan dengan KIP (Keterbukaan Informasi Publik), baru dimulai Januari 2015, kalau dulu memang terbuka," ujarnya.
Salah satu wartawan media online, Fathra, mengeluhkan tertutupnya museum DPR itu. "Bagaimana mau dikunjungi masyarakat luas, kalau mau lihat saja enggak dibolehin," kata Fathra.
Anggota DPR yang dikonfirmasi mengaku belum sempat mengunjungi museum tersebut. "Kalau museum sini, saya belum kunjungi. Museum Parlemen di Canberra, malah sudah," tutur Politisi PPP Arsul Sani.
Anggota Komisi III DPR itu berpendapat lebih baik DPR membangun perpustakaan yang modern dengan dilengkapi teknologi terkini.
Sedangkan Politisi Golkar Tantowi Yahya menilai Museum DPR layak dibangun. "Itu diperlukan sebagai capaian anggota dewan. Kan selama ini dicibir tidak pernah bekerja," kata Wakil Ketua Komisi I itu.
Dikutip dari situs DPR.go.id, museum tersebut berisi kilas balik perjalanan DPR sejak tahun 1945 hingga periode 2004-2009. Prakarsa pembuatan Museum DPR RI dimulai pada periode DPR 1987 - 1992 dengan Pimpinan DPR-RI saat itu M.Kharis Suhud sebagai Ketua, R.Soekardi Sebagai Wakil Ketua, Saiful Sulun sebagai Wakil Ketua,Dr.HJ.Naro,S H sebagai Wakil Ketua.
Realisasi pembuatan Museum DPR RI yaitu dengan membentuk Yayasan dengan nama 'Yayasan Museum DPR-RI' dengan ketuanya Jailani (Jhony) Naro,S H.
Langkah awal yang dilakukan Yayasan Museum adalah membuat perencanaan pembangunan Gedung Museum DPR RI dan membentuk Tim Museum DPR RI yang bertugas mengadakan studi banding ke Parlemen Luar Negeri dan mengumpulkan koleksi-koleksi baik berupa naskah, barang dan foto yang berkaitan dengan parlemen jaman penjajahan sampai dengan proses pembentukan KNIP serta kegiatan-kegiatan DPR-RI mulai tahun 1945.
Pengembangan Museum DPR RI dilakukan pada periode DPR hasil Pemilu 1997 dengan Ketua DPR-RI yang saat itu dipegang oleh H Harmoko. Atas prakarsanya, maka museum DPR RI dikembangkan dengan menambah koleksi baik barang,naskah maupun foto serta diupayakan menempati ruang dan gedung yang representatif untuk Museum DPR RI.