Adrianus: Alasan Tolak Rekonstruksi yang Dibuat Novel Politis
Adrianus Meliala, anggota Kompolnas menilai, alasan yang dibuat Novel politis.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (kompolnas) menyesalkan alasan penolakan penyidik KPK Novel Baswedan untuk menjalani proses rekonstruksi kasus tuduhan penganiayaan pada tahun 2004 di Bengkulu.
Adrianus Meliala, anggota Kompolnas menilai, alasan yang dibuat Novel politis.
“Kalau alasan pertama dan kedua boleh lah. Mengenai yang ketiga politik itu,” kata anggota Kompolnas, Adrianus Meliala saat diskusi Polemik, Sabtu (2/5/2015).
Novel melalui tim kuasa hukumnya, Muji Kartika Rahayu, menyampaikan tiga alasan penolakan rekonstruksi. Pertama, tidak ada komunikasi yang baik dari Polri kepada Novel dan tim penasehat hukum.
Kedua, sebagai tersangka, Novel belum pernah menjalani pemeriksaan dan membuat berita acara pemeriksaa (BAP), sehingga aneh apabila rekonstruksi dilaksanakan.
Ketiga, Novel meminta agar Polri mematuhi instruksi Presiden Joko Widodo soal menghentikan kriminalisasi.
“Saya kira sebagai kuasa hukum masa memasukkan hal-hal politis sih. Bagi saya, hal yang aneh, konteksnya kan politik ya, ini hukum. Jangan hukum dimasukkan unsur politik, ini contoh tidak disipilin,” ujarnya.
Mengenai dua alasan lain, menurut dia, Kompolnas cukup memahami lantaran itu merupakan bagian dari proses beracara.
Namun, Polri tentu akan memiliki cukup alasan untuk tetap melaksanakan rekonstruksi tersebut. Salah satunya dengan mengatakan kepada jaksa bahwa pihaknya telah berupaya maksimal menghadirkan Novel, tetapi yang bersangkutan tidak bersedia hadir.
“Kalau dibilang sudah maksimal, jaksa enggak bisa lagi mengelak. Tapi kembali lagi pada jaksa, apakah jaksa mau diponering atau tidak, atau mau mengeluarkan surat penghentian proses penuntutan,” ujarnya.
Kepolisian tetap melakukan rekonstruksi di Pantai Panjang dengan menggunakan peran pengganti Novel Baswedan. Sementara Novel dan tim pengacaranya bertahan di Bandara Fatmawati, Bengkulu, sebelum akhirnya dibawa kembali ke Jakarta.(Dani Prabowo)