Psikolog: Eksekusi Mati Tidak Menimbulkan Efek Jera
Eksekusi tersebut kerap menjadi polemik di dunia internasional, lantaran tidak banyak yang setuju dengan nilai humanis dari eksekusi mati.
Editor: Rendy Sadikin
Laporan Wartawan TRIBUNNEWS.com, Ruth Vania Christine
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum lama ini Indonesia melakukan eksekusi mati terhadap terpidana kasus narkoba, yang di antaranya adalah warga negara asing.
Eksekusi tersebut kerap menjadi polemik di dunia internasional, lantaran tidak banyak yang setuju dengan nilai humanis dari eksekusi mati.
Satu pertanyaan yang sering dilontarkan, apakah eksekusi itu sendiri dapat mengatasi permasalahan narkoba, terutama di Indonesia yang menurut Presiden Joko Widodo sedang mengalami situasi darurat narkoba?
"Tidak," ucap seorang psikolog yang pernah melakukan penelitian dan menjadi konselor narapidana kasus narkoba di LP Wanita Tangerang, Anggun Meylani Pohan.
Menurutnya, tidak ada efek jera yang dihasilkan dari eksekusi mati.
Penyesalan mungkin akan datang dari si terpidana mati, namun untuk terpidana lain yang hukumannya lebih ringan, tetap saja tidak ada pengaruhnya.
"Efek jeranya tidak ada. Yang ada malah mereka semakin berguru pada yang lebih ahli," jelasnya saat diwawancarai oleh Tribunnews.
Hukuman penjara pun tidak menghalangi napi narkoba untuk tetap melakukan transaksi narkoba.
Anggun bercerita banyak dari kliennya yang berkata sulit bagi mereka untuk meninggalkan pekerjaan yang dianggap tidak halal tersebut.
"Bagaimana tidak? Mereka sudah mendapatkan cara untuk memperoleh uang dalam jumlah besar secara instan. Susah sekali meninggalkannya. Beberapa malah mengaku hal itu seperti sebuah candu tersendiri," terang Anggun.
Selain itu, menurut Anggun, kehidupan penjara tidaklah seburuk yang orang awam bayangkan.
"Selama masa penelitian saya, apa yang mereka makan, saya makan juga. Makanannya enak-enak, kok. Empat sehat lima sempurna. Makanya, napi di sana sehat dan gemuk. Di LP juga ada banyak pelatihan, seperti menjahit dan lainnya. Di penjara itu seperti menetap di asrama gratis saja," ungkapnya.
Namun, meski penjara dikatakan "enak", Anggun mengaku para napi biasanya tidak suka kalau ada napi baru di LP-nya.
Rasa tidak suka tersebut diungkapkan dengan melakukan kekerasan, seperti plonco, terhadap 'anak' baru itu.
"Mereka (napi lama) mengeluhkan mengapa orang itu (napi baru) tidak mensyukuri hidupnya dan tidak merefleksikan dirinya kepada orang-orang yang lebih dahulu dijebloskan ke penjara akibat masalah yang sama," ceritanya.