Inggris Minta Pemerintah Indonesia Perhatikan Kasus Lindsay Sandiford
"Toh masih ada PK (Peninjauan Kembali), grasi, langkahnya masih ada dua, dan bisa dijalankan Lindsay," ujar JK.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nasib terpidana mati kasus narkoba asal Inggris, Lindsay Sandiford, sempat dibahas dalam pertemuan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla dengan Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik, di kantor Wapres, Jakarta Pusat, Selasa (5/5/2015).
Kepada wartawan di kantor Wapres, Jusuf Kalla belum mau membocorkan secara detail apa yang diminta pemerintah Inggris terkait nasib perempuan berumur 58 tahun tersebut. Ia hanya menjawab diplomatis "Tentunya (mereka) harapkan perhatian kita."
Namun ia menegaskan bahwa semua pihak termasuk pemerintah Inggris harus menghormati kedaulatan hukum di Indonesia, sebagaimana pemerintah Indonesia menghormati kedaulatan hukum negara lain.
"Toh masih ada PK (Peninjauan Kembali), grasi, langkahnya masih ada dua, dan bisa dijalankan Lindsay," ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, Moazzam Malik usai menemui Wapres hanya menjawab "tidak," saat ditanya wartawan apakah nasib Lindsay Sandiford sempat disinggung dalam pertemuannya dengan Wapres. Bahkan saat ditanya apa usaha pemerintah Inggris untuk menyelamatkan warga negaranya itu, ia lagi-lagi menjawab "tidak"
Lindsay Sandiford sendiri ditangkap di bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali pada 2012 lalu, karena kedapatan membawa 4,8 kilogram Kokain. Ia divonis hukuman mati oleh Mahkamah Agung.
Demi menyelamatkan Lindsay Sandiford, vokalis band Metal Napalm Death, Mark "Barney" Greenway, bahkan sempat mengirimkan surat untuk Presiden Joko Widodo, yang mengaku sebagai fans band metal tersebut.
Pascaeksekusi mati terpidana mati kasus narkoba tahap II yang dilakukan Rabu lalu (29/5), Lindsay Sandiford diketahui sempat mengirimkan surat ke sejumlah pihak. Ia mengaku siap bila dieksekusi, seperti yang diberitakan The Independent, bahkan Lindsay juga menegaskan bahwa ia akan menghadapi regu tembak tanpa penutup mata.