Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wapres JK Dorong Program Pembangunan 10 Juta Sambungan Air Bersih

"Tidak usah dihitung dengan baik, laksanakan saja. Makin dihitung makin tidak bikin," ujarnya.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Wapres JK Dorong Program Pembangunan 10 Juta Sambungan Air Bersih
Richard Susilo
Wapres Jusuf Kalla. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Baru sekitar 30 persen rakyat Indonesia yang dapat menikmati sambungan air bersih. Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla menyebut hal itu adalah sebuah ketidakadilan. Ia meminta dalam 5 tahun kedepan dibangun 10 juta sambungan baru, yang dapat melayani sekitar 50 juta orang.

"Program 10 juta sambungan baru dalam lima tahun harus dilaksanakan. Itu yang harus dilaksanakan agar dapat lebih banyak orang nik‎mati air bersih dengan baik," kata Jusuf Kalla (JK) dalam sambutannya di acara Water, Sanitation, and Cities Forum dan Exhibition 2015 di Jakarta Convention Center, (JCC), Jakarta Pusat, Rabu (27/5/2015).

Rata-rata yang tidak dapat menikmati sambungan air bersih adalah masyarakat dengan tingkat perekonomian yang lebih rendah. Namun justru mereka yang harus memberi air dalam harga lebih mahal. Ia mencontohkan, di wilayah kumuh di Jakarta Utara di mana tidak terdapat sambungan air bersih, warga harus membeli air dengan harga Rp 40 ribu perkaleng. Padahal harga air yang dialirkan melalui sambungan air bersih, hanya sekitar 6-10 ribu per kubik.

Pemerintah kata dia berkomitmen merealisasikan program tersebut. Ia menegaskan, soal biaya bukanlah hal yang harus dikhawatirkan, termasuk oleh kepala daerah yang bertanggungawab atas air bersih di daerahnya masing-masing.

"Tidak usah dihitung dengan baik, laksanakan saja. Makin dihitung makin tidak bikin," ujarnya.

Seringkali pasokan air bersih dijadikan ajang untuk meningkatkan popularitas. Ia mengakui, terkadang kepala daerah mengusahakan agar harga jual air oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di daerahnya tidak naik. Padahal di lain pihak PDAM juga terus ditekan agar keuntungannya bisa meningkat setiap tahun.

"PDAM jadi tidak untung, tidak ekspansi, tidak bisa berkembang, maka menyebabkan rakyat beli (air) kalengan," tandasnya.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas