Sayembara Bertema 'Maria Bunda Segala Suku': Melihat Bunda Maria Lewat Cara Indonesia
Pagujuban Maria Indonesia meluncurkan sayembara cipta rupa patung, lukisan, dan fotografi Bunda Maria di Gereja Hati Kudus
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
![Sayembara Bertema 'Maria Bunda Segala Suku': Melihat Bunda Maria Lewat Cara Indonesia](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/lomba-cipta-karya-bunda-maria_20150602_120920.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Paguyuban Maria Indonesia meluncurkan sayembara cipta rupa patung, lukisan, dan fotografi Bunda Maria di Gereja Hati Kudus Yesus, Ganjuran, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (30/5/2015).
Hadir dalam kesempatan itu, Mgr J Pujasumarta, Uskup Agung dari Keuskupan Agung Semarang. Dalam sambutannya, ia menyatakan bahwa keindahan itu mempersatukan.
Apapun agamanya, kata Uskup Agung, diyakini keindahan dapat mempersatukan umat manusia tanpa harus membedakan satu sama lain.
"Semoga keindahan yang menyatukan dan sekaligus mempersatukan itu dapat diujudkan oleh para seniman Indonesia melalui karyanya," kata Mgr J Pujasumarta.
Sayembara ini akan berlangsung dari Mei 2015 hingga 2016. Tema sayembara ini adalah, "Maria Bunda Segala Suku" yang mencoba melukiskan Bunda Maria dari sudut pandang budaya berbagai suku yang ada di Indonesia.
Beberapa tokoh agama dan masyarakat menghadiri acara tersebut termasuk I Wayan Sumerta dari Hindu, Bante Badra Palu dari Budha, Fu Kwet Khiong dari Gereja Santapan Rohani Indonesia (GSRI) Jakarta, juga DR Kardi Laksono dari Institut Seni Yogyakarta (ISI), Vikaris Episkopalis (VIKEP) Jogyakarta, Saryanto Pr dan Sr Gemma OP.
“Saya mengatakan keindahan itu mempersatukan dan kita akan mencoba mengungkapkan keindahan seorang Bunda Maria yang memancarkan kasih Allah. Semoga misi ata pesan ini yakni Maria – Bunda segala suku mampu menghadirkan Bunda Maria versi Indonesia serta yang melukiskan sesuai dengan budaya masing-masing agar ada perasaan dekat,” ujar Mgr. Pujasumarta.
Menanggapi sayembara tersebut, Pendeta Fu Kwet Khiong menyatakan bahwa, Gereja Katolik dengan telah membuka diri untuk mengatasi segala perbedaan yang ada melalui seni pembuatan patung dan lukisan dan ini dilakukan dalam bingkai kesatuan suku, agama ataupun ras.
Bunda Maria yang selama ini berwajah Eropa, ujar Pendeta Fu, dicoba dihadirkan dalam rupa Indonesia.
“Oleh karena itu saya mengusulkan, patung dan lukisan yang datang dari berbagai penjuru Indonesia, hendaknya dipamerkan di Museum Fatahilah Jakarta. Nilai seni itu harus dihargai sebagai bentuk kekayaan suku dan sekaligus karya yang ada di Indonesia,” ujar Pendeta Fu.
Sementara itu Bante Badra Palu dari Budha menegakan bahwa kegiatan cipta rupa Bunda Maria ini merupakan simbol kasih. Seperti seorang semina yang selalu ingin menghasilkan karya yang terbaik dan indah, hendaknya begitu pula kehidupan kita sebagai umat manusia. Mari menyelesaikan hidup kita dengan karya yang terbaik, “ ujar Bante Badra.
Penggagas sayembara Gomas Harus mengatakan bahwa lomba tersebut selain merupakan bentuk devosi kepada Bunda Maria dengan cara lain.
Mengingat bahwa pematung, pelukis dan fotografer bukanlah monopoli seniman Katolik, peluncuran sayembara itu dihadiri oleh para pemuka agama lain. Oleh karena itu, sayembara ini terbuka untuk umum.
Kardi Laksono dari ISI menjelaskan bahwa keindahan itu mengatasi segala perbedaan yang substantif. Menurutnya, kehancuran dunia dalam segala bentuk itu dimungkinkan terjadi karena manusia tidak dapat lagi menghargai keindahan.
Dalam penjelasannya, I Wayan Sumerta menggarisbawahi bahwa cipta rupa dala bentuk patung ataupun lukisan salah satu tokoh suci sama saja dengan menghadirkan Tuhan dalam keindahan atau menghadirkan yang tiada menjadi ada. Perdamaian ataupun kedamaian hanya bisa terwujud jika keindahan itu bisa hadir dalam kehidupan sehari-hari.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.