Dahlan Iskan Jadi Tersangka Korupsi Proyek Gardu Induk
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa-Bali-NTB
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumat (5/6/2015), Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa-Bali-NTB senilai Rp 1.063 triliun di PT PLN.
Mantan Menteri BUMN ini ditetapkan sebagai tersangka setelah sebelumnya sempat diperiksa sebagai saksi pada Kamis (4/6/2015) dan pagi tadi, Jumat (5/6/2015).
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, M Adi Toegarisman mengatakan status Dahlan dinaikkan setelah penyidik mengevaluasi keterangannya.
"Semalam dievaluasi, lanjut pemeriksaan pagi tadi juga dievaluasi. Sesuai pendapat tim penyidik, menyatakan bahwa saudara DI (Dahlan Iskan) telah memenuhi syarat sebagai tersangka, berdasarkan dua alat bukti," tutur Adi di Kejati DKI.
Kemudian penyidik menerbitkan Surat Perintah Penyidikan nomor 752 dan ditunjuk jaksa untuk menjadi tim penyidik tindak pidana korupsi gardu induk untuk tersangka Dahlan.
Untuk diketahui dalam kasus ini, Kejati DKI telah menetapkan 15 orang tersangka. Kasus bermula saat PT PLN (Persero) melakukan kegiatan pembangunan sebanyak 21 Gardu Induk pada unit pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara yang dananya bersumber dari APBN sebesar Rp 1.063.700 .832.087 untuk anggaran tahun 2011 sampai dengan 2013.
Waktu pelaksanaan kontrak dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Juni 2013 dengan lingkup pekerjan pengadaan pemasangan dan transfortasi pekerjaan elektromekanikal dan pengadaan pemasangan dan transfortasi pekerjaan sipil.
Pada saat pelaksanaan penandatangan kontrak terhadap kegiatan pembangunan Gardu induk tersebut, ternyata belum ada penyelesaian pembebasan tanah yang akan digunakankan untuk Pembangunan Gardu Induk tersebut oleh Unit Induk Pembangunan V Gandul.
Kemudian, setelah dilakukan pembayaran pencairan uang muka dan termin satu, ternyata tidak melaksanakan pekerjaan sesuai progres fisik yang dilaporkan alias fiktif.