Jusuf Kalla Akui TPPI Harus Dibantu
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, mengakui ia sempat memimpin rapat yang membahas PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla, mengakui ia sempat memimpin rapat yang membahas PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), seperti yang pernah dibeberkan mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Ia juga mengakui sempat mengarahkan agar pemerintah membantu perusahaan tersebut.
Kepada wartawan usai meresmikan pembukaan acara "Indonesia Green Infrastruktur Summit," di Fairmount Hotel, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (9/6/2015), Jusuf Kalla mengakui bahwa saat itu TPPI tengah mengalami masalah keuangan, oleh karena itu pemerintah harus membantu.
"Justru itu kalau tidak buruk, tidak akan dibantu, perlu dikasih kerjaan," katanya.
Pemerintah membantu TPPI melalui surat menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang saat itu, dijabat Purnomo Yusgiantoro. Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) pun memasuk bahan baku kondensat untuk TPPI, dan PT.Pertamina (persero) berkomitmen untuk membeli BBM dari olahan kilang milik TPPI.
Sri Mulyani yang merupakan Menkeu saat itu, menyetujui pembayaran dalam kerjasama tersebut. Namun pada Juli 2009, Pertamina menerima tawaran BBM dari TPPI, namun menolak membayar karena TPPI masih berhutang lebih dari 300 juta dollar Amerika Serikat (AS). Akhirnya produk TPPI itu dijual ke pihak lain.
Dana hasil penjualan tersebut pun tidak disetorkan ke negara. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukan kerugian negara mencapai sekitar Rp 2,4 triliun. Sri Mulyani pun kemarin, Senin (9/6), diperiksa Bareskrim Mabes Polri atas hal tersebut, dan setelahnya sempat membeberkan peran Jusuf Kalla.
Wakil Presiden sendiri menegaskan bahwa kesalahan yang terjadi bukan karena pemerintah memberikan pekerjaan ke TPPI, kesalahannya terletak pada utang TPPI yang tidak kunjung dibayar, dan ditagih pemerintah.
"Salahnya bukan yang ngasih kerjaannya, tapi uangnya tidak dibayar," tandasnya.