Kontras: Tidak Ada alasan Jelas Jokowi Menunjuk Sutiyoso dan Gatot
KontraS mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo yang mencalonkan Gatot Nurmantyo, sebagai panglima TNI dan Sutiyoso menjadi calon Kepala BIN.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
Tribunnews.com, Jakarta - Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo yang mencalonkan Gatot Nurmantyo, sebagai panglima TNI dan Sutiyoso menjadi calon Kepala BIN. Tidak alasan jelas atas pencalonan keduanya, terutama Sutiyoso yang integritasnya dipertanyakan.
"Kami menganggap bahwa penunjukan Panglima TNI dari kesatuan Angkatan Darat mengganggu kebiasaan rotasi antar kesatuan. Saat ini sesuai kebiasaan adalah 'jatah' kesatuan Angkatan Udara. Namun, Joko Widodo justru menunjuk Gatot Nutmantyo, Kepala Staf Angkatan Darat," ujar koordinator Kontras, Haris Azhar dalam siaran persnya, Rabu (10/6/2015).
Memang tidak tidak ada aturan dalam UU TNI soal kewajiban, dan penunjukan Panglima menjadi kewenangan Presiden sejak jaman Presiden Abdurahman Wahid hingga Soesilo Bambang Yudhoyono. Namun, menurut Haris, Joko Widodo harus paham bahwa "kebiasaan" juga merupakan hukum yang berlaku secara tidak tertulis dan ada tujuan di balik kebiasaan tersebut.
"Oleh karena jika kebiasaan ini dihilangkan, maka harus dijelaskan apa tujuannya," katanya.
Sementara itu terkait Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), Kontras menilai jika penunjukan Sutiyoso sangat bernuansa politis, yakni sebagai tindakan balas budi setelah pemilihan presiden beberapa waktu lalu. Menurutnya, Joko Widodo memiliki kesempatan untuk menunjuk nama lain yang berpengalaman dan bebas kontroversi.
"Sutiyoso, adalah mantan Panglima Kodam Jaya saat peristiwa 27 Juli, pernah menjadi Gubernur Jakarta dimana banyak kasus penggusuran dan alih lahan yang menyebabkan banjir dan hilangnya hak warga kota Jakarta. Keputusan Joko Widodo menunjuk Sutiyoso memiliki nilai rendah," ungkapnya.
Bagi KontraS, TNI maupun BIN memiliki peran dan tugas yang signifikan dalam berbagai dimensi. Namun dibalik itu masih terdapat sejumlah catatan hitam, dalam dimensi demokrasi, dari kedua institusi tersebut. BIN pernah dijadikan instrumen untuk operasi membunuh aktivis HAM, Munir.
Demikian pula TNI, masih banyak purnawirawan yang bersembunyi di balik institusi TNI untuk menghindar dari pertanggungjawaban atas kasus-kasus pelanggaran HAM. Joko Widodo perlu sadar dan paham dengan konteks tersebut.
"Untuk itu, kami meminta agar Presiden Joko Widodo menjelaskan secara baik kenapa memilih KSAD untuk menjadi Panglima TNI. Kemudian, Joko Widodo juga harus mencari nama lain selain Sutiyoso untuk menjadi Kepala BIN, " katanya.