Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Di Lapas Sukamiskin, Anas: Sahabat, Janganlah Bersedih

Anas pun menampik kepindahannya ke Sukamiskin bakal memperkeruh hubungannya dengan Nazzarudin yang telah lebih dulu menghuni Lapas Sukamiskin

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Di Lapas Sukamiskin, Anas: Sahabat, Janganlah Bersedih
WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum keluar dari Rumah Tahanan KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/6/2015). Anas dipindahkan ke Lapas Sukamiskin setelah Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis 14 tahun penjara dan pencabutan hak politik kepada Anas. Selain itu ia juga dikenakan denda Rp 5 miliar, uang pengganti Rp 57,59 miliar dan USD 5,261 juta. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN 

Tribunnews.com, Bandung - Terpidana kasus dugaan korupsi proyek sarana dan prasarana olahraga Hambalang, Anas Urbaningrum tiba di Lapas Sukamiskin, Kota Bandung, Rabu (17/6/2015) sekitar pukul 17.55.

Anas yang tiba dengan menumpang mobil tahanan KPK, mendapat pengawalan ketat dari aparat kepolisian.

Disinggung tentang dugaan keterlibatan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), anak mantan Presiden SBY dalam kasus yang membelitnya, menurut Anas, ia masih melihat kondisi dan menunggu keberanian KPK untuk mengusutnya.

Anas pun menampik kepindahannya ke Sukamiskin bakal memperkeruh hubungannya dengan Nazzarudin yang telah lebih dulu menghuni Lapas Sukamiskin. Anas mengaku tidak mempersoalkan mau bertemu dengan siapa pun.

"Ketemu dengan siapa pun tidak masalah, baiknya menurut Anda bagaimana?" kata Anas, menjawab pertanyaan wartawan.

Sejumlah pendukung Anas sendiri telah menanti kedatangan mantan Ketum PB HMI itu di Lapas Sukamiskin sejak hari Senin.

Mereka pun sempat berorasi dan membentangkan spanduk dukungan untuk Anas.

Berita Rekomendasi

"Terimakasih para sahabat saya yang sudah datang, saya sungguh menghargai itu. Sahabat janganlah bersedih, yang di dalam Sukamiskin punya cerita tentang ketabahan dan persahabatan. Saya juga mengucapakan selamat Ramadan untuk masyarakat Indonesia. Saya bersyukur masuk Sukamiskin saat awal ramadan, mudah-mudahan ini awal yang baik untuk keadilan, kata Anas, sambil memegang mikropone.

Menurut Kalapas Sukamiskin, Edi Kurniadi, sama seperti warga binaan lainnya, untuk tiga hari pertama Anas akan memasuki masa pengenalan lingkungan (Mapeling).

Selama masa itu Anas menghuni blok khusus dan belum bisa berbaur dengan narapidana lainnya.

"Selama tiga hari itu juga belum boleh dijenguk oleh siapa pun. Nanti setelah tiga hari lewat, baru bisa berbaur dengan warga binaan lainnya dan bisa dijenguk oleh keluarga atau kerabat," kata Edi.

Edi mengatakan, pihaknya tidak akan membeda-bedakan perlakuan kepada warga binaan. Jadi, kata Edi, baik Anas maupun warga binaan lainnya akan diperlakukan sama.

Seperti diketahui pada kasus ini, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan upaya banding yang diajukan Anas dan meringankan vonis Pengadilan Negeri dari 8 tahun menjadi 7 tahun penjara. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang dan proyek APBN lainnya.

Namun majelis hakim kasasi di Mahkamah Agung justru memperberat hukuman bagi mantan Ketum Partai Demokrat itu.

Anas divonis MA dengan hukuman 14 tahun penjara atau duakalilipat dibanding hukuman sebelumnya.

Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.

Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.

Majelis hakim yang memutus kasus tersebut terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme. MA juga mengabulkan permohonan jaksa penuntut umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam menduduki jabatan publik.

Majelis hakim berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam secara pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang TPPU jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

Dalam pertimbangannya, MA menolak keberatan Anas yang menyatakan bahwa tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) harus dibuktikan terlebih dahulu. Majelis hakim mengacu pada ketentuan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa tindak pidana asal tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.

Majelis pun menilai, pertimbangan pengadilan tingkat pertama dan banding yang menyatakan bahwa hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut adalah keliru. Sebaliknya, MA justru berpendapat bahwa publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, dan persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin. (san) 

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas