Dana Aspirasi Tak Undang Simpati
Tak hanya publik yang tidak simpati dengan usulan dana aspirasi.
Editor: Hasanudin Aco
![Dana Aspirasi Tak Undang Simpati](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/paripurna-dpr-setujui-badrodin-haiti-sebagai-kapolri_20150416_181700.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum genap setahun berkiprah, sepak terjang anggota Dewan kembali disorot publik. Ide dana aspirasi yang digulirkan wakil rakyat di Senayan mengundang kontroversi. Alih-alih meningkatkan kepercayaan publik kepada DPR, semangat untuk pemerataan pembangunan negeri melalui dana aspirasi justru semakin menggoyahkan citra lembaga tersebut di mata publik.
Sulit dimungkiri, prasangka sudah menjadi bagian yang melekat di benak mayoritas publik apabila menyangkut lembaga tinggi negara yang satu ini. Pengamatan dalam satu dasawarsa terakhir melalui opini publik oleh Kompas merekam lunturnya popularitas DPR di mata publik.
Perlahan tetapi pasti, tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja DPR yang seyogianya menjadi ujung tombak pelaksana aspirasi rakyat berangsur menurun. Salah satu yang menjadi penyebab adalah menumpuknya kekecewaan publik terhadap elite politik yang dinilai semakin berjarak dengan rakyat.
Sebagian anggota Dewan, yang seharusnya menjadi representasi rakyat, dalam sepak terjangnya justru mempertontonkan kepentingan diri sendiri. Padahal, idealnya apa yang dihasilkan dan dilakukan anggota DPR adalah cerminan dari kepentingan rakyat yang diwakilinya.
Pengumpulan opini publik, pekan lalu, kembali merekam ekspresi ketidakpuasan terhadap kiprah DPR. Mayoritas publik jajak pendapat ini, tak kurang dari tiga perempat responden, menyatakan kekecewaan terhadap kinerja para wakil rakyat terkait usulan dana aspirasi DPR. Meski tujuan dari usulan itu secara konseptual berpihak kepada rakyat, apriori negatif telanjur terbentuk.
Dana aspirasi
Langkah DPR menggagas Program Pembinaan Daerah Pemilihan (P2DP) atau yang lebih dikenal dengan dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per anggota sejatinya merupakan salah satu upaya untuk mempercepat pemerataan pembangunan. Akan tetapi, usulan anggaran Rp 11,2 triliun untuk 560 anggota DPR per tahun itu justru mengundang pandangan negatif publik.
Apabila dirunut ke belakang, usulan dana aspirasi DPR sebenarnya mengulang cara lama DPR sebelumnya. Adalah Partai Golkar yang mengusulkan dana aspirasi itu pada lima tahun lalu. Saat itu, Fraksi Partai Golkar mengusulkan dana aspirasi Rp 15 miliar bagi anggota DPR untuk pembangunan di daerah pemilihannya.
Namun, usulan itu kandas setelah publik mengkritik wacana tersebut. Akhirnya, pemerintah menolak karena berpotensi melanggar prinsip pembagian tugas dan wewenang antara legislatif dan eksekutif serta melanggar undang-undang.Jika saat itu gagasan dana aspirasi disetujui, hal tersebut bisa disebut sebagai bagian dari politik uang yang dilegalkan. Selain itu, bisa mengacaukan hubungan antara legislatif dan eksekutif. Hal ini mengingat, DPR yang lembaga legislatif, dalam konteks tersebut juga dapat bertindak sebagai lembaga eksekutif.
Penolakan masyarakat lima tahun silam ternyata tak menyurutkan DPR periode 2014-2019 untuk kembali mengusulkan dana aspirasi. Kali ini, dana aspirasi dikemas sebagai bagian dari fungsi DPR di bidang anggaran dan implementasi dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Pasal 80 UU itu menyatakan, salah satu hak anggota DPR adalah mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan di daerah pemilihannya. Hak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan dapil juga diatur dalam Pasal 195 Ayat 1-9 Tata Tertib DPR 2014-2019 yang merupakan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2014 serta peraturan DPR yang saat ini sedang dibahas oleh Badan Legislasi.
Alasan yang disodorkan anggota DPR terkait dana aspirasi adalah untuk menjaga prinsip keadilan dan pemerataan di setiap dapil. Aspirasi rakyat dipastikan terakomodasi dalam perencanaan pembangunan. Selain itu, dana aspirasi dapil dinilai kalangan Dewan bisa menjaga kewibawaan anggota Dewan di daerah pemilihan mereka.
Meragukan
Usulan dana aspirasi sebenarnya sah-sah saja karena DPR mengajukan usulan itu sesuai penafsiran yang merujuk pada UU MD3. Namun, semangat dana aspirasi tersebut tak sepenuhnya direspons sambutan hangat dari publik. Alih-alih meningkatkan kepercayaan publik, lebih dari separuh responden meragukan dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per anggota Dewan itu mampu menyelesaikan ketimpangan pembangunan di daerah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.