Hakim Tunggal Praperadilan Eks Gubernur Papua akan Diganti
Pergantian hakim diketahui dalam sidang perdana yang mengalami penundaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/6/2015)
Penulis: Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim tunggal praperadilan eks Gubernur Papua, Barnabas Suebu akan diganti.
Praperadilan tersebut awalnya dipimpin oleh hakim tunggal Sihar Purba, hakim yang pernah menolak praperadilan eks menteri ESDM, Jero Wacik beberapa waktu lalu.
Pergantian hakim diketahui dalam sidang perdana yang mengalami penundaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (22/6/2015).
"Sidang ini saya akan cuti mulai 2 Juli, untuk sidang berikutnya saya akan bilang sama ketua pengadilan untuk hakim pengganti, jadi jadwalnya nanti akan ditentukan pengadilan," ujar hakim Sihar Purba.
Sebelumnya sidang perdana ditunda hakim Sihar Purba lantaran ketidak hadiran pihak termohon yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam sidang perdanan pihak KPK hanya mengirimkan utusan untuk menyerahkan surat permohonan penundaan persidangan.
"Sidang ditunda lantaran ketidak hadiran pihak termohon," ujar Hakim.
Sementara itu kuasa hukum Barnabas Suebu, Yuherman mengatakan pihaknya selalu siap kapanpun praperadilan disidangkan. Terbukti pada hari ini Menurut Yuherman, yang tidak hadir adalah pihak KPK.
"Kita sudah siap bacakan permohonan, tapi malah KPK yang tidak hadir," katanya.
Sidang ditunda hakim hingga waktu yang belum ditentukan lantaran menunggu ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan siapa pengganti Hakim Sihar Purba.
"Sidang ditunda hingga waktu yang belum ditentukan," ujar Sihar menutup persidangan.
Barnabas adalah tersangka tindak pidana korupsi Detailing Engineering Design Pembangkit Listrik Tenaga Air (DED PLTA) Danau Sentani dan Danau Paniai tahun 2008 Provinsi Papua.
Pada kasus tersebut KPK telah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Gubernur Papua periode 2006-2011, Barnabas Suebu, bekas Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua 2008-2011 Jannes Johan Karubaba, dan Direktur Utama PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ), Lamusi Didi.
Ketiganya diduga melakukan perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Nilai proyek PLTA tersebut adalah sekitar Rp 56 miliar dan negara ditaksir mengalami kerugian senilai Rp 36 miliar.