IPNU Gelar Lokakarya Ajak Pelajar Menimba Ilmu di Pesantren
Ajakan tersebut dilakukan dengan menggelar Lokakarya Buku Pedoman Kaderisasi IPNU dan Capacity Building Tim Kaderisasi Nasional IPNU
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) mengajak para pelajar untuk menimba ilmu di pesantren.
Ajakan tersebut dilakukan dengan menggelar Lokakarya Buku Pedoman Kaderisasi IPNU dan Capacity Building Tim Kaderisasi Nasional IPNU di Lantai 8 Gedung PBNU Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat.
Menurut Ketua Umum PP IPNU Khairul Anam Haritsah saat ini sudah banyak pesantren modern yang tidak mendikotomikan ilmu duniawi dan ukhrawi.
"Di kesempatan ini kami juga mengajak para pelajar untuk menimba ilmu di pesantren," kata Khairul Anam dalam pernyataannya, Rabu(24/6/2015).
Khairul Anam menambahkan pentingnya kegiatan kaderisasi yang dilakukan IPNU agar para pelajar memahami pondasi keagamaan yang kokoh, mengakar dan tidak parsial membaca agama.
Ia juga mengajak pelajar dan orang tua untuk mengirim putra-putrinya ke pesantren Ahlussunnah Wal Jamaah agar jauh dari pemahaman Islam yang radikal takfiri.
“IPNU sebagai pintu pertama kaderisasi kaum nahdliyin bertugas untuk menjadi benteng pengawal Islam Nusantara dari gempuran ideologi transnasional. Kami membentuk tim kaderisasi nasional yang dibagi 4 zona yakni Sumatera,Jawa-Bali-NTB, Kalimantan, dan Sulawesi-Papua,” ujarnya.
Khairul Anam juga mengklarifikasi beberapa hal yang diselewengkan oleh beberapa kelompok luar yang menyebut ajaran Islam Nusantara ialah kain kafan akan diganti batik, bacaan salat diganti bahasa daerah atau pemahaman Islam Nusantara yang dibelokkan lainnya.
Hal tersebut tidaklah benar dan mereka terlihat belum paham isi dari Islam Nusantara itu. Disini, lanjutnya perlu diklarifikasi bahwa Islam Nusantara bukan agama baru atau pemahaman baru namun Islam yang dijalankan sejak walisongo dengan pendekatan budaya.
“Saya klarifikasi persoalan Islam Nusantara, Agama termasuk Islam adalah bahasa langit, sedangkan budaya dan tradisi adalah bahasa bumi, proses dialektika keduanya menghasilkan tradisi dan ekspresi keagamaan beraneka ragam, dan kemudian ini juga terjadi di tempat negara lain. Maka muncullah ekspresi tradisi keIslaman di Cina, Arab, Barat, Turki, Maroko termasuk di Indonesia dengan Islam Nusantaranya, sebagai contoh, pendidikan pesantren, Majlis zikir dan ta"lim ibu-ibu, maulidan, tasyakuran, sungkeman, diba'an, makan ketupat, mudik dan lain-lain ,”kata putra asli Sulawesi Selatan ini.