Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pemerintah Akhirnya Revisi Aturan JHT

Jokowi akhirnya memutuskan agar PP yang menuai protes itu segera dilakukan revisi.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pemerintah Akhirnya Revisi Aturan JHT
Change.org
Peraturan baru BPJS Ketenagakerjaan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tiba-tiba dipanggil Presiden Joko Widodo ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (3/7/2015) sore, untuk membahas soal polemik Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua (JHT).

Setelah bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakhiri dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerajaan Elvyn G Masassya, Jokowi akhirnya memutuskan agar PP yang menuai protes itu segera dilakukan revisi.

"Bagi peserta yang kena PHK atau tidak lagi bekerja, satu bulan kemudian bisa ambil JHT. Itu arahan Presiden, konsekuensinya ada revisi terhadap PP," ujar Hanif usai pertemuan.

Hanif menjelaskan bahwa di dalam revisi PP tersebut akan diberikan pengecualian terhadap pekerja yang terkena PHK dan juga bagi pekerja yang tak lagi bekerja atau mengundurkan diri.

Untuk mereka yang terkena pengecualian, bisa mencairkan dana JHT satu bulan pascakeluar dari tempatnya bekerja.

Sementara bagi pekerja aktif yang masih menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, sebut Hanif, tetap diberlakukan aturan pencairan sebagian dalam waktu 10 tahun.

"Untuk yang masih aktif bekerja, masih akan tetap berlaku aturan pencairan yang 10 tahun," ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya mengatakan, revisi PP akan dilakukan secepatnya.

"Akan segera ditindaklanjuti. Maka melalui media, kami sampaikan bahwa untuk yang PHK dan mengundurkan diri satu bulan kemudian bisa dicairkan," ujar Elvyn.

Petisi menolak aturan BPJS

Aturan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) menjadi minimal 10 tahun masa kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan menjadi buah bibir di kalangan masyarakat.

Hal ini tak terkecuali para netizen yang menggunakan jejaring sosial.

Di Twitter, misalnya, pembicaraan para tweeps--sebutan untuk pengguna Twitter--seputar aturan baru tersebut menjadikan BPJS sebagai trending topic alias topik teratas.

Dalam aturan baru tersebut, per 1 Juli 2015, pemerintah mengubah aturan pencairan JHT dari 5 tahun menjadi minimal 10 tahun masa kepesertaan di BPJS berdasarkan UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 37 Ayat 1-5.

Tak pelak, aturan tersebut mendapat protes dan penolakan masif dari para netizen, terutama mereka yang sudah tidak bekerja dan mengharapkan uang JHT tersebut mengucur setelah lima tahun masa kepesertaan BPJS.

Bukan cuma itu, seorang warga bernama juga menggalang petisi untuk menolak aturan baru tersebut dalam laman situs Change.org dengan judul 'Membatalkan kebijakan baru pencairan dana JHT minimal 10 tahun.'

Petisi itu ditujukan untuk Presiden Joko Widodo dan Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri.

Dalam laman tersebut, si pembuat petisi, Gilang Mahardhika, menuliskan dirinya berhenti setelah bekerja selama 5 tahun lebih di suatu perusahaan untuk beralih profesi menjadi wirausaha.

Untuk itu, dia mengharapkan tambahan modal dari JHT yang terkumpul selama lima tahun dirinya bekerja.

Namun, apa daya, peraturan pun berubah. Impian mendapat tambahan modal pun pupus sudah.

Berikut isi petisi yang digalang untuk menolak peraturan baru BPJS:

Saya sudah bekerja selama 5 tahun lebih, lalu saya memutuskan untuk menjadi wiraswasta, saya merasa percaya diri karena saya akan mendapatkan tambahan modal dari JHT saya di BPJS TK yang iurannya saya bayarkan selama 5 tahun lamanya.

Bulan Mei 2015 saya sudah resmi berhenti bekerja, saya mengajukan pencairan JHT saya pada bulan Juni 2015 yang ternyata ditolak karena perusahaan terakhir tempat saya bekerja belum menutup akun BPJS TK saya. Lalu saya meminta perusahaan untuk menutup akun BPJS saya; setelah itu saya diberi kepastian oleh seorang petugas BPJS TK bahwa JHT saya bisa dicairkan pada awal Juli 2015.

Petaka pun dimulai. Pada tanggal 1 Juli 2015, saya yang sudah bersuka-cita akan mendapatkan uang JHT yang akan saya gunakan untuk modal usaha berakhir dengan mengunyah pil pahit. Saya tidak sendiri, banyak peserta BPJS TK lain yang saat itu juga berniat mencairkan dana JHT-nya hanya bisa gigit jari. Permintaan pencairan JHT kami ditolak karena peraturan baru yang diterapkan mulai 1 Juli 2015 menyatakan bahwa pencairan dana JHT bisa dilakukan setelah masa kepesertaan 10 tahun (yang mana bisa diambil 10% saja dan sisanya bisa diambil setelah usia 56 tahun).

Kami merasa dirugikan, karena uang tersebut adalah uang yang dipotong tiap bulan dari penghasilan kami. Selain itu peraturan ini juga terkesan terburu-buru dan minim sosialisasi, sehingga banyak masyarakat yang tidak tahu-menahu dan akhirnya merasa diperlakukan secara kurang adil. Yang patut disayangkan lagi adalah tidak ada masa transisi sebelum diberlakukannya aturan ini secara resmi. Penjelasan dari pihak BPJS juga terkesan kurang memberi solusi; pihak BPJS beralasan tidak dapat memberi solusi karena hanya menjalankan kebijakan dari pusat.

Bagi teman-teman atau saudara-saudara yang ikut prihatin maupun merasakan ketidakadilan ini, sila ikut berkontribusi dalam petisi ini; dengan harapan aspirasi kita dapat tersampaikan dan hak kita dapat diperhatikan. Semoga bermanfaat, dan keadilan selalu menyertai kita.

Sabrina Asril

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas