Pemerintah Didesak Revisi PP JHT dalam 2 x 24 Jam
Tak hanya untuk JHT, pemerintah juga diminta merevisi PP tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), serta Jaminan Pensiun (JP).
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan baru tentang JHT menimbulkan polemik di tengah masyarakat sehingga Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendesak pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Jaminan Hari Tua (JHT) dalam waktu 2x24 jam.
Tak hanya untuk JHT, pemerintah juga diminta merevisi PP tentang Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), serta Jaminan Pensiun (JP).
"Komisi IX DPR RI mendesak pemerintah untuk melakukan revisi terhadap PP Nomor 44 tahun 2015 tentang JKK, JK, PP Nomor 45 tahun 2015 tentang JP dan PP Nomor 46 tahun 2015 tentang JHT dalam waktu 2 x 24 jam untuk menyelesaikan ketiga PP tersebut," demikian kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX DPR RI dengan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan dan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7/2015).
Saat dikonfirmasi kesiapan pemerintah atas permintaan DPR tersebut, Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri belum memberikan tanggapan. Demikian pula Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Massasya.
Dalam RDP tersebut, Komisi IX DPR mendesak pemerintah untuk mengumumkan kepada masyarakat dalam waktu 1 x 24 jam, Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 tentang JKK, JK, PP Nomor 45 tahun 2015 tentang JP dan PP Nomor 46 tahun 2015 tentang JHT.
Secara terpisah, Menaker Hanif Dhakiri mengatakan, revisi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 yang mengatur pencairan dana jaminan hari tua (JHT) masih terus diproses. Ia memastikan aspirasi tenaga kerja mengenai batas pencairan dana tersebut akan diakomodasi.
"Perubahannya saja yang kami masukkan ke dalam PP JHT yang baru sebagaimana yang dikehendaki pekerja buruh selama ini," kata Hanif, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/7/2015).
Dengan revisi tersebut, kata Hanif, seharusnya sudah tak ada lagi polemik terkait hal tersebut. Ia menegaskan, revisi dilakukan bukan karena kesalahan pemerintah, tetapi justru karena merespons aspirasi di lapangan.
Menurut Hanif, terbitnya PP tersebut juga bukan karena pemerintah tergesa-gesa dan melupakan proses sosialisasi. Akan tetapi, Undang-Undang Nomor 24/2011 tentang BPJS memerintahkan pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan berlaku mulai 1 Juli 2015.
"Prosesnya sedang berjalan. Ini butuh waktu. Kalau revisi cuma mengetik doang itu sehari bisa. Masalahnya harus koordinasi dan rapat dengan banyak pihak," ujarnya.
Sebelumnya, aturan baru tentang JHT dan program ketenagakerjaan lainnya itu mengundang polemik di masyarakat. PP baru ditandatangani Presiden RI Joko Widodo tanggal 29 Juni 2015, dan berlaku tanggal 1 Juli 2015.
Gelombang penolakan datang dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat, baik melalui viral mau pun turun ke jalan.
Pada akhirnya pemerintah pun berencana mengkaji ulang aturan tersebut. Besok, Selasa (7/7/2015), Komisi IX DPR RI akan mengagendakan rapat kerja dengan Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri setelah rapat paripurna.(Estu Suryowati)