PDIP Nilai Putusan MK Soal Kepala Daerah Terlalu Mepet
Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pilkada terlalu dekat.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pilkada terlalu dekat.
Putusan itu mengenai anggota DPR, DPD maupun DPRD yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Mereka diharuskan membuat surat pengunduran diri dan mundur dari jabatannya saat resmi ditetapkan sebagai calon.
Meskipun putusan tersebut membuat kader konsisten menentukan pilihannya apakah akan bertarung sebagai kepala daerah atau anggota DPR.
"Sebenarnya ada bagus juga kader partai konsisten memberikan salah satu pilihan. Tapi mepet sama penjadwalan. Tidak diberi waktu berpikir," kata Ribka disela-sela acara pasar murah PDIP, Kantor DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Senin (13/7/2015).
Ia mengungkapkan PDIP telah memikirkan aturan tersebut sejak lama. Bila kader ingin maju sebagai kepala daerah maka tidak diperbolehkan mengambil jatah Pimpinan DPRD.
"Kalau maju pilkada tidak boleh ambil pimpinan DPRD. Jadi anggota saja. Kalau saya sih lebih baik memilih, konsisten, kalah menang resiko. Tapi keputusan MK ini terlalu mepet," ujar anggota Komisi IX DPR.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi membuat keputusan baru terkait anggota DPR, DPD maupun DPRD yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Mereka diharuskan membuat surat pengunduran diri dan mundur dari jabatannya saat resmi ditetapkan sebagai calon.
Selama ini, dalam Pasal 7 huruf s dan d Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak perlu mundur. Mereka hanya dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinan.
Namun, syarat itu tak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mereka diharuskan mundur dari jabatannya sejak jadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Majelis Hakim Konstitusi menilai, seharusnya syarat ini tak hanya berlaku bagi PNS. Anggota DPR, DPD maupun DPRD juga harus mundur, hal ini semata biar terjadi keadilan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.