Komisi III DPR Tunggu Aksi Penegakan Hukum di Tolikara
Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Alhabsyi menunggu aksi penegakan hukum oleh aparat Kepolisian terkait insiden Tolikara,
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Aboebakar Alhabsyi menunggu aksi penegakan hukum oleh aparat Kepolisian terkait insiden Tolikara, Papua, yang terjadi pada Jumat (17/7/2015) lalu.
"Segera tangkap dan proses mereka secara hukum, pengusutan tuntas aktor intelektual di balik insiden Tolikara akan menunjukkan adanya kedaulatan hukum yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia," kata Aboebakar melalui pesan singkat, Kamis (23/7/2015).
Aboebakar menambahkan, aparat jangan hanya menindak para pelaku di lapangan saja, usut tuntas siapa saja yang merencanakan, mendanai dan memberikan dukungan terhadap penyerangan dan pembakaran mushala di Tolikara.
Apalagi, lanjut Aboebakar, sepekan pasca penyerangan jamaah salat Id dan pembakaran mushala di Tolikara, banyak fakta yang telah terungkap. Di antaranya, adanya surat edaran pelarangan ibadah yang tersebar beberapa hari sebelum kejadian. Adanya surat pelarangan tersebut, kata Aboebakar, telah diakui dikeluarkan oleh pihak Gereja Injili Di Indonesia (GIDI). Hal ini, lanjut Aboebakar, merupakan salah satu indikasi bahwa penyerangan dan pembakaran tersebut dilakukan secara terencana dan sistematis.
"Apalagi ada indikasi keterlibatan asing dalam persoalan ini sebagaimana disampaikan kepala BIN dan BNPT dalam berbagai media," imbuh Politikus PKS itu.
Meski demikian, Aboebakar turut mengapresiasi ketegasan Kapolri yang langsung menyebut para pelaku penyerangan dan pembakaran tersebut sebagai pelanggar konstitusi. Setidaknya, masih kata Aboebakar, ada tiga tindak pidana yang dilakukan, pertama melakukan pelarangan beribadah kepada ummat Islam, kedua melakukan penyerangan terhadap ummat Islam yang sedang salat Id, dan ketiga adalah pembakaran rumah ibadah.
"Bahkan ada lembaga swadaya masyarakat yang mengkategorisasikan hal itu sebagai tindakan pelanggaran HAM berat," pungkas Aboebakar.