Yusril : Kejaksaan Tidak Konsisten Menanggapi Putusan MK
Menurut Yusril tindakan yang berbeda akan diambil oleh Kejaksaan jika putusan tersebut dinilai menguntungkan pihaknya.
Penulis: Valdy Arief
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Dahlan Iskan menyatakan pihak kejaksaan tidak konsisten dalam menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait objek praperadilan.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang dimaksud adalah amar Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 yang dikeluarkan pada 28 April 2015.
"Kejaksaan yang menolak seluruh putusan MK dan mengatakan lembaga tersebut tidak berkewenangan mengambil putusan itu. Sering kali Kejaksaan tidak konsisten," kata Yusril Ihza Mahendra, usai sidang perdana Praperadilan yang diajukan oleh mantan Direktur Utama PLN Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (27/7/2015).
Yusril mengatakan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang menjadi pihak termohon dalam sidang ini mengatakan MK tidak berkewenangan mengubah objek praperadilan karena memojokkan mereka.
Menurut Yusril tindakan yang berbeda akan diambil oleh Kejaksaan jika putusan tersebut dinilai menguntungkan pihaknya.
"Bagaimana pun putusan MK itu adalah putusan yang mengikat dan berlaku serta merta setelah dibacakan," ujar Yusril.
Ia juga berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sudah beberapa kali menyelenggarakan sidang praperadilan terkait penetapan status tersangka, menunjukan bahwa pendapat pihak termohon tersebut keliru.
Mengenai tanggapan yang dilontarkan Kejaksaan Tinggi DKI untuk menjawab permohonan Praperadilan kliennya, Yusril mengatakan tanggapan tersebut tidak cukup kokoh.
"Kami yakin argumen yang kami lontarkan cukup kuat dan tidak cukup kokoh bantahan yang dilontarkan Jaksa," tambahnya.
Pada persidangan perdana Praperadilan terkait penetapan tersangka mantan Dirut PT. PLN dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta selaku termohon menilai putusan MK tentang objek Praperadilan tidak mengikat.
"Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 tidak serta merta berlaku dalam proses pidana," ujar Jaksa Martha Berliana saat membacakan tanggapan atas permohonan Praperadilan.
Menurut pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, MK tidak bisa mengubah undang-undang. Pihak termohon menyatakan perubahan undang-undang adalah kewenangan presiden dan harus melalui proses legislasi.