Kami Hanya "Ngalap Barokahe" Kiai
"Kepatuhan kepada Kiai adalah hal utama menjadi anggota NU,"
Penulis: Husein Sanusi
Catatan Usai Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama
TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Zaenab Asyrofi menggeletakkan dua orang putrinya di atas tikar tipis di atas lapangan minim rumput alun-alun kota Jombang. Hanya beralaskan tikar tipis, wanita paruh baya ini menselonjorkan kedua kakinya untuk melindungi kedua putrinya yang sudah tertidur pulas.
Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 00.15 WIB, Kamis (6/8/2015). Bersama dengan ribuan muktamirin yang memenuhi lapangan alu-alun Jombang, Zaenab, masih setia mengikuti jalannya muktamar Nahdlatul Ulama (NU) yang agendanya akan memilih pimpinan tertinggi NU.
Mereka menyaksikan jalannya muktamar dari luar tenda besar lewat layar lebar yang dipasang panitia di atas panggung. Khusyu' dan khidmat memperhatikan setiap kalimat yang diucapkan para Kiai yang sedang bermuktamar.
"Saya datang kesini untuk mencium tangan kiai, kami hanya ingin ngalap barokahe kiai. Pulang dari sini kami yakin mendapatkan berkah dari muktamar dan hidup kami jadi tenang," kata Zaenab yang mengaku datang dari Lamongan rombongan bersama keluarga dengan naik bis.
Zaenab hanya contoh kecil ribuan muktamirin yang jauh-jauh rela datang ke Jombang untuk mengikuti Muktamar NU dengan peralatan dan dana seadanya. Tidur di sembarang tempat seperti halnya muktamirin lainnya yang banyak terlihat tidur di masjid, musolla, sekolahan dan bahkan di trotoar jalan.
Tujuan mereka hanya ingin "ngalap barokah" dengan mencium tangan kiai. Ngalap barokah adalah sebuah keyakinan bahwa kiai bisa memberikan barokah kepada kaum Nahdliyyin. Dengan barokah itu mereka yakin kehidupan mereka akan selamat dunia dan akhirat.
Apalagi yang dimintai barokah adalah Kiai Sepuh yang memiliki kharisma tinggi. Biasanya kaum Nahdliyyin berebutan mencium tangan kiai sepuh tersebut sambil rela berdesakan dengan pasukan Banser yang menjaga para Kiai, pemandangan seperti ini sering dijumpai di arena muktamar saat para Kiai itu keluar dari tenda besar arena muktamar.
Ngalap barokah juga menjadi simbol kepatuhan total kepada kiai. KH Miftahul Ahyar, Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, menyebut pentingnya kepatuhan kepada Kiai dalam tradisi NU. "Kepatuhan kepada Kiai adalah hal utama menjadi anggota NU," katanya.
Ngalap barokah yang ekstrim juga sering dijumpai di tradisi NU. Ngalap barokah dilakukan tidak hanya dilakukan dengan mencium tangan kiai. Berebut membersihkan sandal kiai dan memakan makanan atau minum sisa kiai diyakini bisa mendatangkan barokah.
Muktamar para kiai itu kini sudah selesai dengan menyisakan masalah. Warga Nahdliyyin disajikan tontotan gaduh yang diperagakan beberapa Kiai saat Sidang Pleno Satu muktamar. Perdebatan tentang tata cara pemilihan ketua dengan menggunakan sistem Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA) memicu kegaduhan.
Namun semuanya menjadi adem lewat berkah pidato dan air mata dari Kyai Mustofa Bisri (Gus Mus) yang menyejukkan. Rais Aam dan Ketua Umum PBNU juga sudah terpilih, KH Ma'ruf Amin menduduki jabatan Rais Aam dan KH Said Aqil Siradj jadi Ketum PBNU untuk periode 2015-2020.
Kegaduhan ternyata belum selesai sampai disitu. Kembali muncul letupan dari beberapa Pengurus Wilayah (PWNU) dan Pengurus Cabang (PCNU) yang akan menggugat hasil muktamar karena dianggap melanggar AD/ART Organisasi. Bahkan beredar kabar akan ada muktamar tandingan dan NU tandingan.
Tugas berat langsung dihadapi Kyai Said yang di awal masa kepemimpinan untuk yang kedua kalinya diwarnai kekisruhan ini. Rekonsiliasi untuk mencarai jalan damai di internal NU harus segera dilakukan agar NU dengan para Kiainya tidak pecah.
Seharusnya ini mudah dilakukan para Kiai NU jika para Kiai itu mau sadar bahwa mereka adalah figur pemimpin yang selalu dimintai barokah oleh umat setianya. Mereka adalah uswah (contoh baik) yang dituntut selalu ber akhlaqul karimah seperti yang sering dicontohkan para pendahulu NU.
Perlu dipertanyakan motif apa yang diperjuangkan sebagian Kyai yang menginginkan perpecahan dalam tubuh NU itu? Jika mereka memperjuangkan kepentingan warga Nahdliyyin bukankah kepentingan warga Nahdliyyin hanya ingin "Ngalap Barokah" dari para Kiai itu?
Inilah tantangan Kiai Said ke depannya. Mengembalikan Marwah Kiai agar kembali bersatu jadi tugas utama yang berat baginya. Di samping itu, Kyai Said harus benar-benar merealisasikan janjinya tidak akan membawa NU ke panggung Politik. Sebab panggung politiklah yang sejatinya membawa NU ke banyak kepentingan hanya segelintir pribadi dan bukan kepentingan ummatnya.
"Saya tidak memiliki agenda politik. Agenda saya hanya agenda NU. Kami akan membawa NU menjadi Jam'iyyah yang lebih moderat dan toleran dan bermanfaat bagi warga NU, bangsa dan bahkan dunia," kata Kyai Said saat berpidato usai terpilih.
Para Kiai NU juga seharusnya sadar bahwa basis warga Nahdliyyin adalah masyarakat kecil yang hidup di bawah garis kemiskinan dengan pendidikan rendah. Jika perjuangan mereka hanya didasarkan atas kepentingan warga Nahdliyyin disitulah sebenarnya arti sesungguhnya keberkahan Kiai itu untuk ummatnya. Wallahu Muwaffiq ila Aqwamitthoriq. (husein sanusi)