Rusli Sibua Bayar Akil Mochtar Rp 2,9 Miliar
Terdakwa Bupati Morotai nonaktif Rusli Sibua akhirnya menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa Bupati Morotai nonaktif Rusli Sibua akhirnya menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan setelah dua kali sidangnya ditunda di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (13/8/2015).
Dirinya juga didakwa memberikan uang sebesar Rp 2,989 miliar kepada Hakim Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (kini berstatus mantan ketua) dengan motif memenangkan perkara sengketa pilkada di MK.
Uang suap senilai Rp2,9 miliar diserahkan Rusli ke Akil Rusli didakwa bersama-sama dengan Sahrin Hamid memberikan uang dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepada Akil.
"Terdakwa juga melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri yaitu memberikan uang sejumlah kurang lebih Rp 2.989.000.000 kepada M. Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi RI yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara," kata Jaksa Ahmad Burhanuddin, saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (13/8/2015).
Jaksa Ahmad Burhanuddin menjelaskan, pada 16 Mei 2011 Rusli Sibua berpasangan dengan Weni R Paraisu mendaftarkan diri untuk jadi peserta Pilkada Kabupaten Morotai, Maluku Utara. Di pemungutan suara, pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice mengungguli Rusli-Weni.
Saat itu, Rusli menempati urutan ketiga dengan jumlah suara 10.649. Sementara Arsad-Demianus 11.455 suara. KPU menetapkan pasangan Arsad-Demianus sebagai bupati dan wakil bupati terpilih.
Tak puas atas hasil tersebut Rusli-Weni lantas mengajukan keberatan atas keputusan KPU Kabupaten Pulau Morotai ke Mahkamah Konstitusi.
Perkara Rusli-Weni ditangani oleh Akil Mochtar, Muhammad Alim dan Hamdan Zoelva. Saat permohonan keberatan sedang dikaji, Akil menelepon Sahrin selaku penasihat hukum keduanya.
"Untuk menyampaikan kepada terdakwa agar menyiapkan uang sebesar Rp 6 miliar untuk majelis dan panitera sebelum putusan dijatuhkan," kata Jaksa Ahmad.
Usai permintaan itu, Sahrin lantas menyampaikan pada Rusli. Namun, Rusli hanya menyanggupi Rp 3 miliar. Permintaan itu lantas diteruskan ke Akil yang lalu menyetujuinya.
"Untuk memenuhi permintaan uang M Akil Mochtar, maka terdakwa mengusahakan uang sebesar Rp 3 miliar dengan cara meminjam kepada Petrus Widarto yang nantinya akan dikompensasikan dengan nilai investasi Petrus Widarto di Kabupaten Pulau Morotai apabila terdakwa menjadi Bupati," kata Jaksa Ahmad.
Usai itu, Rusli melalui Djuffry dan Muhlis mengirim uang sebanyak Rp2,989 miliar ke rekening CV Ratu Samagat, perusahaan milik istri Akil Mochtar, Ratu Rita.
Setelah rangkaian pemberian uang yang dilakukan sebanyak tiga kali itu, keberatan Rusli-Weni terkait Pilkada Morotai di MK pada 20 Juni 2011 dikabulkan. MK memutus Rusli-Weni menang dengan 11.134 suara sementara pasangan Arsad-Demianus mendapat suara 7.012.
Atas perbuatan tersebut, Rusli diancam pidana dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.