Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dwi Kewarganegaraan Bukan Berarti Tak Cinta Indonesia

Arief mengatakan tujuan utama dari perjuangan mereka adalah mempertahankan ke-Indonesia-an yang dimiliki WNI di negara lain

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Dwi Kewarganegaraan Bukan Berarti Tak Cinta Indonesia
Tribunnews.com/Amriyono Prakoso
Wahid Supriyadi Ketua Desk Diaspora Kemenlu RI, Muhammad Al Arief Presiden Indonesian Diaspora Network, Renny Damayanti Mallon Juru Bicara Gugus Tugas Dwi Kewarganegaraan, Imelda Bachtiar Penulis Buku Diaspora Indonesia , Ronny Sompie Dirjen Imigrasi saat diskusi buku Diaspora Indonesia di Gedung Gramedia Matraman, Jakarta, Minggu (23/8/2015) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Amriyono Prakoso

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Semenjak masuknya agenda dwi kewarganegaraan kedalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2016-2019, Presiden Indonesian Diaspora Network (IDN), Mohamad Al Arief mengatakan harapannya agar pemerintah dan legislatif dapat meloloskan kebijakan tersebut.

Menurut Arief, UU No 12 Tahun 2006 mengenai kewarganegaraan mengatur bahwa seorang anak keturunan Indonesia yang lahir di luar negeri harus memilih salah satu kewarganegaraan saat dia berusia 18 tahun, dirasa perlu adanya perubahan. Bukan tanpa alasan, Arief menjelaskan bahwa saat ini, penting bagi Indonesia menganut sistem dwi kewarganegaraan.

"Bagi sebagian penduduk Indonesia yang berkarya di luar negeri, dwi kewarganegaraan penting bagi mereka dan kami selaku diaspora Indonesia akan terus memperjuangkan itu," ujar Arief saat diskusi buku 'Diaspora Indonesia' di Gedung Gramedia Matraman, Jakarta, Minggu (23/8/2015)

Arief mengatakan tujuan utama dari perjuangan mereka adalah mempertahankan ke-Indonesia-an yang dimiliki WNI di negara lain. Bukan sebaliknya, membawa orang asing menjadi WNI. Dalam negara yang menganut sistem Ius Soli (kewarganegaraan sesuai dengan tempat lahir) seseorang pada umur 18 tahun untuk memilih warga negara, diakui oleh Arief merupakan kekeliruan.

"Pada umur 18 tahun, seseorang sudah menjadi angkatan kerja. Mereka harus memilih tapi tidak menginginkan kehilangan ke-Indonesia-annya, maka diperlukan dwi kewarganegaraan," tambah pria yang saat ini tinggal di Amerika tersebut.

Senada dengan Arief, Juru Bicara Gugus Tugas Dwi Kewarganegaraan Diaspora Indonesia, Renny Mallon, menilai bahwa banyak WNI yang akhirnya memilih kewarganegaraan kedua karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Pertama, menurut Renny, masa depan anak-anak para WNI yang bekerja di luar negeri. Kedua, banyaknya keterbatasan karir dan karya yang harus ditempuh jika tidak memiliki warga negara tempat WNI bekerja.

Berita Rekomendasi

"Banyak batasannya jika tidak punya dwi kewarganegaraan. Seperti anak-anak mereka susah mendapat beasiswa, sulit untuk membangun pekerjaan yang layak bahkan mendirikan usaha," ungkap Renny.

Ia menambahkan bahwa pengajuan revisi undang-undang tentang kewarganegaraan ganda bukan sekedar egoisme dari diaspora Indonesia. Tapi keinginan untuk mengabdi dan berbakti kepada negeri jauh lebih penting.

Dirinya mencontohkan majunya negara India yang sebelumnya menganut sistem kewarganegaraan tunggal, saat ini sudah mengalami perubahan ke arah positif secara drastis. Bukan tidak mungkin bagi Indonesia untuk menganut sistem yang sama.

"Banyak keuntungan yang akan didapat dari mempunyai dwi kewarganegaraan. India bisa maju seperti saat ini, karena mereka memfasilitasi diaspora mereka di luar negeri dengan dwi kewarganegaraan," tambah Renny.

Konteks kemajuan tersebut, menurut Arief, berada di seluruh sektor kehidupan. Setidaknya, Indonesia dapat menambah pemasukan negara melalui devisa. Selain devisa, remitasi atau pengiriman uang dari luar negeri ke Indonesia juga dapat meningkat. Menurut data, jumlah remitasi pada 2014 mencapai angka Rp. 115 triliun dan angka tersebut akan bertambah jika dwi kewarganegaraan dapat dilaksanakan.

Menanggapi hal tersebut, perwakilan Kementerian Luar Negeri RI, Wahid Supriyadi mengaku masih menunggu naskah akademis dari diaspora Indonesia. Namun, seluruh perdebatan diserahkan kepada parlemen saat membahas revisi undang-undang 12/2006 tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas