Atasi Calon Tunggal, Kubu Calon Wakil Walkot Surabaya Tawarkan 2 Solusi ke MK
Edward mengatakan, mekanisme pertama, yakni majelis MK membuat aturan pelantikan tanpa kontestasi.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana melalui kuasa hukumnya, Edward Dewaruci menawarkan dua mekanisme pemilihan sebagai solusi calon tunggal kepala daerah.
Hal itu disampaikannya dalam sidang uji materi Pasal di Mahkamah Konstitusi, Selasa (1/9/2015). Sidang sendiri beragendakan perbaikan tahap II.
Edward mengatakan, mekanisme pertama, yakni majelis MK membuat aturan pelantikan tanpa kontestasi. Sehingga pasangan calon tunggal kepala daerah dapat langsung dilantik setelah ditetapkan sebagai calon oleh Komisi Pemilihan Umum.
Edward menilai itu sesuai Pasal 18 ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945, di mana kepala daerah dipilih secara demokratis, berdasarkan dukungan besar pemilih.
Selain itu, mekanisme tersebut, sejatinya menghindari penggunaan calon boneka dalam pemilihan dan lebih efektif dalam memberikan sanksi bagi partai politik yang dengan sengaja tidak mengusung calon kepala daerah.
Adapun mekanisme kedua, lanjut Edward, pemilihan dengan satu pasangan calon. Namun, mekanisme ini membutuhkan beberapa penyesuaian dalam tampilan surat suara. Jadi surat suara tetap berisi gambar, nama dan foto pasangan calon tunggal. Tapi di bawah foto pasangan calon, diberikan dua kolom dengan keterangan setuju atau tidak setuju.
"Pemilih diminta untuk memilih salah satu kolom. Sepanjang jumlah pemilih kolom tidak setuju tidak melebihi 50 persen, maka jumlah suara tersebut sudah bisa dijadikan landasan untuk melantik. Ini pedoman seberapa besar pemilih melakukan pemilihan secara demokratis," kata Edward.
Untuk diketahui permohonan ini secara administrasi diajukan oleh pengurus Dewan Perwakilan Cabang PDI-P Surabaya. Pemohon mengajukan uji materi Pasal 121 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015, dan Pasal 51 ayat 2, Pasal 52 ayat 2 dan Pasal 122 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Para pemohon merasa hak konstitusional pemilih dirugikan apabila pemilihan kepala daerah serentak di Surabaya mengalami penundaan hingga 2017. Pasalnya, UU Pilkada mengatur bahwa syarat minimal pelaksanaan pilkada harus diikuti oleh dua pasangan calon kepala daerah. Namun sampai saat ini, hanya terdapat satu pasangan calon wali kota dan wakil wali kota yang ditetapkan KPU di Surabaya. Satu pasangan tersebut yaitu, Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana, yang diusung PDI-P.
"Bagi kami, semua kami serahkan pada Mahkamah, supaya adil dan bijaksana. Ini demi perlindungan dan pemenuhan hak warga negara dalam memilih, pergantian kepala daerah, dan bagi parpol yang tidak mengusung calon, untuk mempertanggungjawabkan," kata Edward.