Mantan Menteri Kehutanan: Rampas Lahan yang Sengaja Dibakar
Soalnya bakar hutan itu nggak ada biayanya. Cuma taruh ban di minyak terus sebar ke sudut-sudut, sudah bakar. Yang dibakar itu jauh di dalam
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Beijing - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Zulkifli Hasan berharap aparat penegak hukum hingga pengadilan bersikap tegas terkait masalah kebakaran lahan yang mengakibatkan kabut asap di beberapa wilayah Indonesia hingga negara tetangga. Menurut dia, hanya hukuman berat yang bisa menghentikan masalah asap.
Berdasarkan pengalamannya menjadi Menteri Kehutanan di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Zulkifli menyebut kebakaran lahan memang karena sengaja dibakar. Membuka lahan dengan membakar, kata dia, jauh lebih murah dibanding dengan menggunakan alat berat.
"Itu bukan kebakaran, memang dibakar. Jadi kalau kemarau itu orang berlomba-lomba bakar lahan untuk nanti ditanami sawit. Kalau belum habis akan terus begitu, kecuali tegas. Tangkap, tahan dan hukum berat," kata Zulkifli di sela kunjungan kerjanya sebagai Ketua MPR di Tiongkok, Kamis (17/9/2015).
"Soalnya bakar hutan itu nggak ada biayanya. Cuma taruh ban di minyak terus sebar ke sudut-sudut, sudah bakar. Yang dibakar itu jauh di dalam, jauh dari jalanan," tambah dia.
Zulkifli memberi contoh, jika memang korporasi terbukti terlibat dalam pembakaran hutan, maka lahan tersebut harus dirampas untuk negara. Masalah kabut asap yang selalu terulang setiap musim kemarau, menurut dia, terjadi karena tidak ada hukuman yang menimbulkan efek jera bagi pelaku.
"Nanti di pengadilan bebas. Penegak hukum kalau tidak tegas ya akan berulang lagi. Kalau orang bakar hutan itu pelanggaran berat. Kalau (perusahaan) yang terlibat bakar hutan ambil surat izinnya. Artinya, lahan itu harus diambil. Jadi harus ada hukum yang membuat orang takut dan ada efek jera," kata Zulkifli.
Ketua Umum PAN itu menekankan pentingnya peran pemerintah daerah hingga tingkat desa untuk mencegah masalah kebakaran hutan. Ia menyebut adanya praktik bagi-bagi lahan yang tidak sesuai aturan.
"Itu kan kadang-kadang yang bagi lahannya kepala desa. Kalau kades kayak gitu penegak hukum harus tindak tegas," kata Zulkifli.
Seperti dikutip Kompas, kepolisian sudah menetapkan 140 tersangka, tujuh di antaranya petinggi perusahaan pada tingkat manajer dan direksi terkait kebakaran lahan. Saat bersamaan, penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga menyidik kasus di Sumatera dan Kalimantan.
Tujuh tersangka dari perusahaan adalah JLT dari PT BMH di Sumatera Selatan, P dari PT RPP di Sumsel, S dari PT RPS di Sumsel, FK dari PT LIH di Riau, S dari PT GAP di Kalimantan Tengah, GRN dari PT MBA di Kalteng, dan WD dari PT ASP di Kalteng. Polisi masih menyelidiki 20 perusahaan lain.
Mereka dijerat Undang-Undang Perkebunan, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Kehutanan. Mereka juga diancam kurungan maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.
Polri juga menambah 682 personel—68 orang penyidik—untuk menangani kebakaran hutan dan lahan. Sebanyak 24 perusahaan diperiksa dan bisa dicabut konsesinya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tengah menangani sejumlah kasus, di antaranya 14 kasus diproses secara pidana dan 9 kasus perdata.
Soal pencabutan dan pembekuan izin konsesi juga disampaikan Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar. Pihaknya masih menangani sejumlah kasus, di antaranya 14 kasus diproses secara pidana dan 9 kasus perdata.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo kembali menginstruksikan penegakan hukum yang tegas dan berefek jera.
"Jangan hanya menyasar rakyat biasa, tetapi juga harus tegas dan keras terhadap perusahaan yang menyuruh membakar," ujar Presiden. Seruan serupa disampaikan saat kunjungan di Doha, Qatar. (Sandro Gatra)