Nasib Guru Honor di DKI: 26 Tahun Mengabdi Gaji Masih Rp 1,2 Juta
Honor per bulan diakuinya tidak cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Genjur (51), salah satu pegawai staf honorer tata usaha di SMP 244 Jakarta Utara mengaku setiap bulannya hanya mendapatkan honor Rp 1,2 juta per bulannya.
Padahal, dia telah bekerja menjadi pegawai honorer selama 26 tahun dari 1989.
"Saya sudah 26 tahun mengabdi, tetapi tidak juga diangkat, tidak juga bertambah kesejahteraannya. Bahkan dulu awal saya hanya dibayar Rp 10.000 kemudian naik jadi Rp 20.000, dan bertahap sampai Rp 1,2 juta," ujarnya ketika ditemui Warta Kota, Selasa (15/9/2015) sore.
Honor per bulan diakuinya tidak cukup untuk membiayai kehidupannya sehari-hari. Terutama, dengan jumlah anak yang ditanggungnya sebanyak 6 orang anak.
Untuk menambah penghasilan, pria yang mengontrak rumah di wilayah Semper Jakarta Utara ini biasanya harus bekerja sambilan menjadi tukang ojek.
"Ya saya sambi ngojek juga, kalau nggak ngojek gaji saya mana cukup," keluhnya.
Menurutnya, karena honornya yang hanya cukup untuk makan sehari-hari, maka dia tidak bisa menyekolahkan anaknya hingga tingkat perguruan tinggi. Salah satu anaknya, bahkan hanya berhasil lulus SD dan paling tinggi hingga jenjang SMA.
"Lha bagaimana membiayai sekolah, untuk sehari-hari saja sudah nggak cukup mbak," jelasnya.
Dia mengeluhkan ketidakpedulian pemerintah terhadap pekerja honorer yang sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi tetapi tidak diberikan kesejahteraan yang layak. Karenanya, dia mengikuti aksi bersama sejumlah guru honorer yang menuntut kejelasan status menjadi PNS.
Sementara itu, seorang guru honorer dari Banjarnegara, Titi Purwaningsih, membenarkan bahwa dirinya hanya mendapatkan upah Rp 150.000 per bulan. Itupun, kata Titi, dibayarkan per tiga bulan.
"Bayangkan mbak, kami bekerja sama dengan guru PNS, tetapi kami hingga kini masih dibayar Rp 150.000 per bulan yang diterima tiga bulan sekali jika tepat waktu, sementara jika terlambat bisa lebih dari itu," ungkap guru honorer K2 ini.
Titi yang saat ini sedang hamil bahkan menyebutkan dana tersebut diambil dari Bantuan Operasional Sekolah yang dialokasikan dari APBN. Ia menuntut pemerintah untuk segera mengangkat guru honorer menjadi CPNS agar setidaknya bisa menjamin kesejahteraan guru-guru sepertinya.
"Saat ini bahkan pegawai harian lepas digaji sesuai UMR, tetapi guru yang mengajar generasi muda malah hanya dibayar Rp 150.000 per bulan. Darimana kami bisa mencukupi kebutuhan kami. Ini pemerintah tidak manusiawi," jelasnya.
Ia mengatakan, banyak teman-temannya sesama guru honorer bahkan harus memenuhi kebutuhan dari usaha lain seperti berjualan, mencari batu akik, dan lain-lain. (Agustin Setyo Wardani)