Bawaslu Kecewa Ada Persaingan Tidak Sehat di Pilkada Sleman
Komisioner Bawaslu Nasrullah mengaku kecewa saat mendapati ada kandidat kepala daerah pada Pilkada Sleman dijegal
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengimbau agar pemilihan kepala daerah serentak tahun ini dilakukan dengan kompetisi yang sehat.
Komisioner Bawaslu Nasrullah mengaku kecewa saat mendapati ada kandidat kepala daerah pada Pilkada Sleman yang pencalonannya seolah "dijegal" oleh DPRD setempat.
"Salah satu calon wakil bupati Sleman, yang berasal dari anggota DPRD yang telah mundur, mendapat perlakuan kurang bijak karena proses pengunduran dirinya tersandera oleh persoalan administratif di DPRD," ujar Nasrullah melalui pesan singkat, Sabtu (26/9/2015).
Namun, Nasrullah tidak menyebutkan siapa calon wakil bupati yang dimaksud. Berdasarkan data yang dihimpun Kompas.com, calon yang merupakan anggota DPRD bernama Sri Muslimatun.
Ia maju di pilkada serentak mendampingi, Sri Purnomo, mantan Bupati Sleman. Pasangan tersebut dinyatakan lolos verifikasi calon kepala daerah dan berhadapan dengan duet calon Yuni Satya Rahayu-Danang Wicaksana Sulistya.
Nasrullah mengatakan, kandidat tersebut telah mengajukan pengunduran diri dari anggota legislatif. Namun, ada kemungkinan surat keputusan atas pengunduran diri itu belum keluar hingga 60 hari sejak permohonan diajukan.
DPRD Sleman ditengarai sengaja menghalangi hak kandidat tersebut untuk dipilih rakyat. Hal ini dapat mengancam status calon tersebut karena dapat dianggap tidak memenuhi kualifikasi calon. Meski demikian, calon tersebut dapat mengajukan sengketa ke pengawas pemilu.
"Bawaslu sangat prihatin, wajah demokrasi yang dibangun melalui pemilu mempertontonkan cara kompetisi yang kurang sehat, kurang elok, dan penuh rasa saling intrik. Bahkan, mencoba menyandera baik kandidat maupun tahapan proses pemilu," kata Nasrullah.
Nasrullah meminta kepada semua pihak agar tidak menghalang-halangi proses demokrasi, terlebih lagi bagi calon kepala daerah mau pun wakilnya untuk dipilih.
Ia mengingatkan bahwa perbuatan menghalang-halangi tersebut dapat dijerat pidana pemilu.
"Perbuatan melawan hukumnya adalah menghalang-halangi seseorang untuk menjadi calon kepala atau wakil kepala daerah," kata dia.
Ia menyebutkan, proses pengunduran diri calon anggota DPR atau DPRD merupakan domain adminisratif yang mestinya dikerjakan lingkungan sekretaris dewan yang ditujukan kepada gubernur untuk proses selanjutnya.
Dengan demikian, proses pengunduran diri menjadi domain tanggung jawab pemerintah, bukan legislatif. Pimpinan atau anggota dewan, kata dia, tidak berhak mencampuri urusan administratif tersebut.
Apabila terdapat intervensi dari anggota DPR atau ketua partai, maka anggota DPRD dapat diproses dalam pelanggaran etik maupun pidana.
"Oleh sebab itu, para pejabat administratif jangan mudah di intervensi apalagi menyangkut kepentingan politik. Kasus yang terjadi di Kabupaten Sleman dapat saja terjadi di daerah lain," kata Nasrullah. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)