Firman Subagyo Bantah Selundupkan Pasal Kretek di RUU Kebudayaan
Firman Subagyo mengakui dirinya orang pertama pengusul pasal kretek masuk ke Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pertembakauan.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi (baleg) DPR, Firman Subagyo mengakui dirinya orang pertama pengusul pasal kretek masuk ke Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Pertembakauan.
Namun, ia membantah dirinya melakukan penyelundupan pasal.
"Tidak ada pasal yang diselundupkan. Semua itu sudah dibahas melalui mekanisme rapat yang transfaran. Ada rekamannya dan semua (anggota Panitia Kerja dan Baleg) hadir di situ, kecuali yang bolos. Kami yang rajin hadir semua. Yang komentar itu selundupan yang nggak hadir," kata Firman di ruang Baleg Gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/9/2015).
Menurut Firman, Baleg menggelar beberapa kali rapat pembahasan bersama Panja Komisi X pada Agustus 2015, untuk harmonisasi RUU setelah menerima drafnya dari panja tersebut.
Selanjutnya, Baleg mendapatkan sejumlah masukan dari beberapa pihak yang terkait dengan kebudayaan Indonesia.
Di antaranya masukan dari budayawan dan sejarawan tentang kretek tradisional bagian sejarah dan warisan budaya Indonesia sehingga perlu dimasukkan ke dalam RUU Kebudayaan.
"Saya juga sempat tanyakan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel saat itu. Dia katakan itu haritage budaya Indonesia. Karena keunikan kretek itu rokok yang dibuat dilinting secara tradisional, ada campurannya cengkeh saus dan lain-lan. Itu nggak ada di dunia atau negara manapun," ujarnya.
Setelah itu, Firman selaku pimpinan Baleg meminta persetujuan peserta rapat. Saat itu, tidak ada anggota panja dari sembilan fraksi yang menolak pasal kretek itu sehingga akhirnya draf disetujui oleh Baleg.
"Kalau ditolak pasti nggak masuk. Pokoknya pada waktu diputuskan saya nggak tahu PKS hadir atau tidak. Pokoknya ketika ditanyakan setuju semua dan tok," ujarnya.
Firman membantah atas adanya tuduhan mempunyai kepentingan terselubung dan titipan di balik usulan pasal kretek dalam RUU Kebudayaan ini.
Menurutnya, masuknya kretek sebagai bagian budaya Indonesia yang perlu diatur dalam undang-undang semata untuk melindungi kretek tradisional dari klaim negara lain.
"Artinya bahwa kalau dimasukkan di dalam RUU Kebudayaan jangan dikonotasikan anak cucu kita harus mematuhi itu. Ini hanya perlindungan dri sisi aspek hukum," ujarnya.
Sisi positif lain dengan adanya legislasi tentang kretek ini, Indonesia bisa meminta nilai ekenomi jika ada negara lain yang memproduksi secara massal.
Selain itu, legislasi kretek yang menyangkut tembakau ini secara tidak langsung bisa membantu kelangsungan hidup petani tembakau lokal.