DPR Minta Pelindo II Batalkan Perjanjian Dengan HPH Terkait Konsesi JICT
Komisi VI DPR RI mempertanyakan dokumen perpanjangan kontrak Pelindo II dengan perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holdings terkait konsesi JICT
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi VI DPR RI mempertanyakan dokumen perpanjangan kontrak Pelindo II dengan perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holdings terkait konsesi JICT.
Bila terbukti kebijakan Pelindo memperpanjang konsesi JICT ini melanggar UU, maka Komisi VI meminta perjanjian tersebut dibatalkan.
"Ada indikasi terjadinya pelanggaran UU dalam perpanjangan konsesi JICT. Kalau itu terbukti (melanggar UU), kita minta dibatalkan," kata Ketua Komisi VI DPR RI, Hafisz Tohir di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/9/2015).
Hafisz menuturkan, UU No.17 tahun 2008 pasal 82 dan dalam ketentuan peralihan pasal 344 menyebutkan dalam perpanjangan konsesi dengan swasta atau asing, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo II) harus membuat kontrak dengan pemerintah melalui Otoritas Pelabuhan.
Setelah itu, baru bisa memperpanjang konsesi perpanjangn kontrak JICT.
"Menteri Perhubungan saudara Jonan sudah menyatakan menolak, tapi RJ Lino tetap ngotot dengan alasan Jamdatun Kejagung membolehkan dalam pendapat hukumnya," tuturnya.
Disisi yang lain kata Hafisz, seperti sama-sama diketahui bahwa saat terminal peti kemas Tanjung Priok dikelola HPH tahun 1999, HPH membayar 243 juta dollar AS.
Sekarang HPH membayar 215 juta dollar AS untuk masa kontrak 20 tahun.
"Secara Logika apabila ada perpanjangan harusnya lebih mahal dengan yang lalu, tidak malah lebih lebih murah seperti ini," tegasnya.
Hafisz yakin SDM anak bangsa kita sanggup untuk mengelola pelabuhan Tanjung Priok sendiri tanpa campur tangan asing.
Menurutnya, ini soal kedaulatan negara, 70 persen jalur distribusi perekonomian kita ada disana sehingga jangan sampai perpanjangan ini hanya menjadi motif berbagi keuntungan dengan Hutchison.